Words: 767
.
.
.
Bagi orangtua, perkembangan anak adalah yang terpenting. Berkembang dalam fisik maupun perilaku, semuanya akan membuat orangtua senang. Hal ini pun berlaku bagi tuan dan nyonya dari keluarga Akabane terhadap putra tunggal mereka.Sejak dulu mereka sering pergi ke luar Jepang. Hanya pergi berdua, tanpa sang putra. Mereka tahu kalau apa yang mereka lakukan tidak bisa dibilang benar. Tapi mereka ingin agar putra mereka menjadi anak yang mandiri -bukan anak manja seperti kebanyakan anak yang berasal dari keluarga dengan kekayaan lebih. Walau cara yang mereka gunakan tetaplah salah.
Putra mereka memiliki fisik yang sempurna -wajah dan tubuh yang bisa dibilang di atas standar. Namun ada satu hal yang mereka khawatirkan. Yaitu, masa depan putra mereka. Karma memiliki sifat yang buruk -mereka tidak memungkiri hal itu. Lalu, apa akan ada wanita yang mau menerimanya? Bahkan sejauh yang mereka tahu, putra mereka sama sekali tidak pernah membahas tentang wanita.
Mengetahui kalau putra mereka berada di rumah dengan seorang wanita, tentu membuat keduanya senang -karena mereka pikir, Karma hanya memikirkan pekerjaan dan tidak memikirkan masalah masa depan.
"Oke, kapan kalian nikah?"
Akhirnya pertanyaan yang selalu ingin diutarakan oleh Kenjirou pun terucap. Senyum lebar terlihat jelas di wajahnya.
"Tunggu. Aku baru tahu tentang hubungan mereka, dan kau langsung bertanya tentang pernikahan?" tanya Souji tidak terima. Bagaimanapun, dirinya baru saja menyelesaikan masalah antara dirinya dengan Manami. Membahas pernikahan sekarang, bukanlah hal yang tepat 'kan?
"Hm, ini pertama kalinya Karma membawa wanita ke rumah. Aku hanya terlalu senang karena mengetahui ini."
"Mengejekku, heh?"
Senyum mengejek terlihat jelas di wajah Karma. Karena ucapan ayahnya, seakan mengatakan kalau dirinya menyimpang. Astaga, itu mimpi buruk.
Manami tertawa hambar mendengar pembicaraan mereka. Situasi tegang yang sebelumnya terasa pun menghilang karena sebuah pertanyaan dari Kenjirou.
"Lagipula, tak mungkin 'kan jika kalian terus berada dalam hubungan saat ini tanpa membuat satu pun kemajuan?"
Karma mendengus mendengarnya. Ia memprotes, bukan berarti dirinya tak ingin segera menikah. Ia menatap Manami sesaat, mendapati Manami tengah melamun -sepertinya memikirkan hal yang sama juga.
"Kapan pun aku bisa," balas Karma santai. Terlihat jelas kalau reaksi tak percaya terpampang di wajah Souji, Miyuki dan Misaki. Yukako tersenyum lebar mendengarnya, sedangkan Kenjirou menyeringai senang. Manami sendiri hanya menatap Karma sejenak -masih memikirkan jawaban yang kiranya tepat untuk dia berikan.
"Kalau aku-"
Suasana mendadak tegang. Kenjirou dan Yukako terlihat tengah menunggu jawaban Manami. Souji hanya bisa menghela napas pasrah melihat pembicaraan yang sepertinya tak bisa diakhiri begitu saja. Miyuki dan Misaki memutuskan untuk menjadi pendengar saja. Sedangkan Karma terlihat tegang karena menunggu jawaban Manami yang digantung.
"-belum berpikir sampai sana 'sih."
Rasanya Karma ingin membenturkan kepalanya ke meja di hadapannya. Bisa-bisanya Manami membuatnya gemas menunggu, dan memberinya jawaban polos macam itu. Karma tak terima.
"Hee, jadi kau tak mau menikah dengan putraku," kata Kenjirou dengan seringai penuh maksud tersembunyi. Karma mendelik mendengarnya.
"Hm, bukan begitu juga 'sih. Hanya saja, apa tidak terlalu cepat untuk membicarakan pernikahan sekarang?" tanya Manami dengan ekspresi serius yang kentara. Karma mendengus kecil, sedikit setuju dengan pendapat Manami.
"Kalian 'kan sudah lebih dari dua puluh tahun. Karma juga sudah mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan. Setidaknya, kalian juga harus memikirkan masa depan kalian 'kan? Pernikahan salah satunya."
Manami mengangguk kecil tanda setuju dengan pendapat Kenjirou. Karma tertawa pelan mendengarnya, membuat yang lainnya menatapnya heran.
"Kalau begitu, laksanakan secepatnya."
Pandangan heran dan bingung tertuju pada Karma yang sibuk menunjukkan senyum lebarnya. Kenjirou hanya menghela napas kecil disertai senyum tipis.
"Jadi, kau serius dengan Manami?" tanya Souji yang akhirnya buka suara. Karma menyeringai tipis sekarang.
"Tentu. Kalau aku tak serius, aku tak akan menyatakan perasaanku untuk kedua kalinya padanya."
Ruang tamu tersebut mendadak hening. Karma masih tersenyum lebar setelah dirinya memberi jawaban pada Souji -mengabaikan wajah Manami yang sudah benar-benar matang.
"Dua kali?" tanya Miyuki ragu. Sedikit tidak percaya dengan apa yang dikatakan Karma.
"Yup. Dia tak menjawabku pada pernyataanku yang pertama."
Kini pusat perhatian teralih pada sosok Manami yang tengah menundukkan kepalanya dalam -berusaha menyembunyikan ronaan di wajahnya.
"Hoo... Bagaimana kalau tiga bulan dari sekarang?" saran Kenjirou dengan senyum lebar. Manami hendak protes, namun urung saat melihat reaksi antusias dari ibu dan kakaknya. Bahkan ibu Karma pun ikut antusias menanggapi saran suaminya. Souji sendiri memutuskan untuk pasrah saja -menyerahkan sisanya pada Kenjirou yang sudah menyusun rencana.
Manami menghela napas panjang, membuat Karma tertawa pelan karenanya.
"Kau keberatan dengan keputusan ayahku?" tanya Karma pelan dengan senyum simpulnya. Manami menggeleng kecil.
"Aku hanya tidak menyangka saja," balasnya dengan senyum canggung.
"Harusnya, aku yang bilang begitu," kata Karma dengan senyum tipis. "Aku tak menyangka bisa sampai sejauh ini denganmu," lanjutnya dengan senyum tipis -membuat wajah Manami memanas karenanya.
Tiga bulan lagi, dan semua usahaku selama ini akan terbayar.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Will Be Mine - KarManami [Complete]
FanfictionKisah Karma tentang bagaimana perjuangannya untuk mendekati sang Poison Glasses. KarManami (Drabble) Assassination Classroom © Yusei Matsui