G R I S E L D A
Professor Tuckman memberi tugas dan meninggalkan kami semua dengan alasan ia harus megurus anak perempuannya yang terkena tipes. Semua orang di kelas itu membereskan barangn dan melangkah keluar. Begitu juga denganku.
"Gris."
Saat aku hendak berdiri dari kursi, Marry Schmidt, seorang wanita keturunan Jerman berumur 42 tahun yang merupakan teman sejurusan memanggilku. Ia sangat kaya. Dulu ia bekerja pada perusahaan Ravens tapi sekarang ia memutuskan untuk berhenti baru-baru ini. Suaminya dokter dan dia diantar mobil sport yang berganti-ganti tiap hari. Sayangnya, mereka tidak punya anak.
"Marry, hey, what's up?"
"Anehnya dua hari yang lalu aku melihatmu di sebuah acara," ia terkekeh dan aku mengikutinya. Kami akhirnya berjalan beriringan di koridor seperti seorang ibu dan anak.
"Acara apa?"
"Sebuah ulang tahun pernikahan di Beverly Hills."
"Kau pasti salah lihat."
"Pasti. Aku ingin menegurnya tapi dia duduk di barisan VIP paling depan. Gadis itu terlihat sangat mirip denganmu. Kalian seperi kembar," ceritanya dan otakku memproses sesuatu. Marry pasti berada di acara ulang tahun pernikahan yang aku hadiri bersama Harry waktu itu. Untung saja dia tidak memanggilku, karena jika iya, aku pasti menyemburkan nama Marry dan ia akan menyemburkan nama Gris yang akan membuat semua orang di mejaku bingung. Lagi pula, tidak akan ada yang menyangka aku menghadiri acara semacam itu.
"Benarkah? Wah, lain kali kau harus memotret dan mengirimkan foto gadis itu," candaku dan ia terkekeh.
Marry adalah satu-satunya orang yang benar-benar bicara padaku di program doktor yang aku ambil. Aku adalah orang yang tidak pandai berkomunikasi dan Marry dengan senang hati menyapaku di hari pertama. Ada satu lagi laki-laki berumur sekitar 30an tetapi hanya untuk meminjam penghapus.
Aku terdengar begitu menyedihkan.
"Supirku sudah menunggu. Apa kau ingin menumpang?" Tawarnya saat kami sudah sampai di taman dekat parkiran UCLA.
"Terima kasih tapi tidak perlu," kataku dan ia melambai sampai jumpa.
Sementara angin meniup rambutku, mataku menyoroti orang-orang yang berlalu-lalang. Para mahasiswa berjalan berombongan selagi tertawa dengan mulut tebuka empat jari lebarnya, dosen-dosen berjalan seolah mereka tidak punya waktu untuk buang air, dan orang pacaran berjalan saling merangkul seolah mereka memakai baju dengan dua lubang untuk leher.
***
"Dari mana saja kau? Aku mencarimu malam itu untuk membagikan makanan super duper lezat dari restoran yang aku datangi bersama Luke, tapi kau tidak ada dan ponselmu mati. Lalu paginya aku datang lagi untuk memastikan kau oke, tapi kau bahkan tidak menjawab saat aku menggedor-gedor pintu apartemenmu seperti seorang psikopat! Hampir saja aku menelepon 911!"
Aku tertawa mendengar ocehan Nina yang panjang lebar. Ia memasang 1001 ekspresi kesal Nina Evans yang sangat menggemaskan dan sedikit mengganggu. "Maaf," adalah semua yang dapat aku katakan.
"Maaf?" Ulangnya dengan nada tidak percaya. "Maaf tidak cukup untuk membayar rasa khawatirku! Katakan dari mana saja kau! Ya ampun, Gris!" Teriaknya sudah mulai kesal dan itu hanya membuatku tertawa lebih keras.
"Okay, okay," aku bernapas, "tenanglah."
Nina mendengus dan duduk di salah satu meja, "fine. Now tell me."
"Ceritanya panjang," aku mengangkat bahu; entah dari mana ingin memulai dan bingung apakah aku harus menceritakan semuanya.
"Ya, jadi?" Ia memutar mata. "Cafe ini sepi dan jam malam kita akan berakhir 30 menit lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Escort [Harry Styles]
FanfictionWhen you got paid just to accompany a young, handsome, and rich businessman. ------- Completed // Written in Bahasa WARNINGS | Sexual Content | Strong Language | Use of Alcohol | Violence copyright © 2016-2018 livelifeloveluke. All rights reserved.