G R I S E L D A
Aku tidak tau apa yang aku lakukan di ranjang apartemen yang sempit ini. Merebahkan diri dengan kedua tangan di atas memegang tisu bekas mulut Harry dan tersenyum seperti seorang idiot.
Tulisan di tisu yang kusimpan di laci dari minggu lalu itu sudah mulai memudar, tapi itu cukup membantuku mengingat alamat yang ia berikan. Aku berperang dengan pikiranku sendiri hanya karena sebuah t-shirt. Kemarin aku merasa harus mengembalikannya tetapi sekarang aku malah gugup untuk melakukan itu.
Maksudku, dia tampan, bukan berarti aku menyukainya. Perasaanku sekarang sama seperti saat kau masuk ke restoran tempat anak muda nongkrong, lalu kau melihat seorang laki-laki yang menarik sedang duduk dalam rombongan dan berharap ia melihatmu balik. Ya, hanya mengakui laki-laki itu tampan.
Aku beranjak dari ranjang dan mengganti celana pendek dengan jeans selagi berpikir 'oke, aku akan mengembalikannya'. Setelah itu kumasukkan t-shirt Harry ke dalam sebuah kantong.
Ketika aku membuka pintu sebuah dada bidang langsung memblokir pandanganku. Kepalaku menengadah untuk melihat seorang laki-laki muda tinggi sekitar enam kaki dengan rambut berantakan dan mata cokelat.
Dan ya, dia boleh dimasukkan ke dalam perumpamaan restoran tempat anak muda nongkrong.
"Aku baru saja, ingin menekan belnya," ia terkekeh.
"Dan aku baru saja ingin keluar," kataku selagi ia mengambil satu langkah mundur. "Kau baru?"
"Yeah," ia mengeluarkan napas berat. "Nomor 25, di seberangmu."
"Oh, wow," kataku sambil memiringkan badang ke sebelah kanan, bingung menanggapinya.
"Shawn," ia mengulurkan tangan kanannya. Aku bahkan lupa kami belum berkenalan.
"Griselda," aku menjabatnya. "Atau Gris saja."
"Gris," ia mengulanginya. "Cookies?" Shawn menyodorkanku kotak makanan berisi chocolate chip cookies yang tidak aku sadari sedari tadi ia pegang. "Nenekku datang tadi dan dia membawakan aku itu. Well, banyak, jadi aku bagikan dengan semua orang di lantai ini," ceritanya. Aku bisa mengatakan dia gugup. Dia tidak pamer, hanya ingin mengenal para tetangga tua di sekitarnya. Kecuali aku. Kurasa dia terkejut melihatku yang lebih muda dari semua orang di lantai ini. Mungkin.
"Terima kasih. Kau baik sekali," aku menerima kotak itu. "Aku akan mencicipinya nanti. Aku harus pergi," kataku lalu meletakkannya di atas permukaan terdekat yang dapat kucapai.
"Yeah, yeah, tentu. Kau mau pergi kemana?" Tanyanya dan aku sedikit kagum dengan rasa penasarannya. "Maksudku, kalau searah aku bisa mengantarmu. Aku juga ingin keluar."
"Tidak mungkin searah."
"Kenapa?"
Karena aku mengarah ke kediaman para miliader Los Angeles. Jika kau punya keluarga disana, kau tidak akan menyewa apartemen disini.
"Aku tidak mau merepotkanmu," aku berbohong.
"Baiklah. Sampai jumpa lagi. Gris," ia tersenyum.
"Shawn," aku membalas lengkungan bibir itu sebelum berjalan menuruni tangga.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Escort [Harry Styles]
FanfictionWhen you got paid just to accompany a young, handsome, and rich businessman. ------- Completed // Written in Bahasa WARNINGS | Sexual Content | Strong Language | Use of Alcohol | Violence copyright © 2016-2018 livelifeloveluke. All rights reserved.