Prologue

8.7K 585 109
                                    

H A R R Y

"Ayahku selalu membicarakan itu," kataku dengan kesal lalu mengayunkan stik. Bola golf itu melambung jauh dan kurasa aku melampaui lubang yang kutuju. Aku berbalik untuk bertatap muka dengan Liam yang sedang duduk sambil terkekeh mendengar tanggapan-tanggapan yang kuberikan atas komentarnya. "Orang tuaku selalu terburu-buru soal pernikahan."

"Nah," Liam membantah, "mereka tidak terburu-buru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nah," Liam membantah, "mereka tidak terburu-buru. Mereka hanya ingin kau ditemani oleh gadis yang sama dalam setiap acara. Kau selalu membawa gadis yang berbeda."

"Marissa menyewa mereka di sebuah agen," kataku jujur dan Liam tertawa. Aku juga tau akan konyolnya hal itu.

Di usianya yang ke 53, ayahku memutuskan untuk 'pensiun' dan menyerahkan perusahaannya padaku sepenuhnya selama setahun. Dia bilang itu latihan, sebab suatu saat, akan tiba saatnya aku mengambil alih. Aku sudah belajar banyak tentang bisnis dan ekonomi. Ibuku benar-benar mengarahkan pendidikanku kesana. Sebaliknya, kakak perempuanku, Gemma, sangat tidak tertarik dengan perusahaan. Dia lebih diarahkan ke bidang seni. Mereka orang tua yang luar biasa.

Aku menikmati seluruh bagian dari pekerjaan ini kecuali satu.

Acara-acara yang memaksaku membawa teman kencan.

Asistenku Marissa, menemukan cara yang bagus untuk mengatasi hal itu. Dia menemukan sebuah agen dimana aku bisa menyewa gadis untuk menemaniku. Mereka disewa bukan untuk pelacuran, hanya menemani.

Atau juga bisa. Tetapi bayarannya lebih mahal.

Tapi untuk apa aku memakai gadis yang sama setiap waktu? Mereka menyebalkan. Mereka tak hentinya memegang lenganku, meminta nomorku (tapi kuberikan nomor palsu), dan selalu bersikap berlebihan di depan semua tamu. Aku tau mereka sewaan, tetapi tidakkah ada satu saja yang professional?

Orang tuaku mengira kencanku adalah pacarku tetapi aku selalu membawa gadis yang berbeda dan membuat mereka bingung. Tidak ada satupun dari mereka yang menarik perhatianku atau kedua orang tuaku. Kurasa aku akan jatuh cinta pada anak teman ibuku atau semacamnya.

"Kau tau kau membohongi orang tuamu dan para tamu," kata Liam.

"I know, i know. Tapi aku masih 25 tahun. Aku belum mau berkomitmen," jawabku bosan selagi menunggu Liam naik ke mobil golf.

Ketika aku hendak mengendarai mobil golf itu, ponselku berbunyi dan Liam memutar matanya. Aku mengangkatnya. Itu dari Marissa.

"Yes?" Kataku dengan tegas.

"Mr. Styles, aku minta maaf. Aku lupa memberi taumu ada undangan acara ulang tahun pernikahan Mr. & Mrs. Andrews malam ini untuk dua orang di hotel Beverly Wilshire. Apa kau keberatan jika aku menggeser jadwalmu?" Infonya dengan lancar. Tidak peduli bahwa terkadang ia pelupa, Marissa selalu terdengar professional. Bahkan Liam naksir dengannya.

"Should I bring a date?"

"Yes, sir."

"Kau tau apa yang harus kau lakukan," kataku lalu menutup teleponnya. "Kau datang ke acara Mr. Andrews?" Tanyaku pada Liam setelah memulai mesin mobil golf ini.

"Of course. He's a big man."

"Dengan siapa kau pergi?"

"Marissa," jawabnya dengan percaya diri.

"Berhentilah menggoda karyawanku, Payne."

"She's a co-worker," Liam membela diri. "Kau sendiri? Aku hanya ingin memberi tau bahwa aku mempunyai banyak teman yang cantik dan mereka pasti mau menemanimu."

"Nah," aku mengabaikan sarannya, "I'll just rent another girl ."

*

*

*

A/N:
Ciao! Selamat datang di fanfic Harry Styles aku yang ketiga!
Bagi yang mengira ini cerita perjodohan atau fake marriage dan semacamnya, jawabannya adalah BUKAN. Kalian bisa liat dari judulnya!

Memang sih cerita tema ini agak mainstream, tapi boleh dicoba kan? Dan Harry kembali jadi pengusahaaaaa #PLAK *author yang tidak kreatif sekali*

Please leave your first feedbacks! Karena dengan itu, aku bisa tau ada reader yang minat untuk chapter pertama. Ok ok?

I love you x

-May 25, 2016-

Escort [Harry Styles]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang