G R I S E L D A
Setelah menghirup dan menghembuskan napas beberapa kali sambil menatap langit-langit, aku turun dari ranjang empuk ini. Berdiri dan melakukan sedikit stretching tidak membuatku merasa lebih baik dengan apa yang mungkin kulakukan nanti.
Sebelum melangkah ke kamar mandi, aku iseng mengangkat pyraminx milik Harry dan memutar atasnya ke arah kiri. Takut aku akan mengacak seluruhnya tanpa bisa menyusunnya balik, aku kembali memutarnya ke kanan.
Untungnya Harry bukanlah orang kaya. Tapi orang yang sangat-sangat-sangat kaya. Jika sangat berarti tampak tak terbatas tapi masih dengan batasan, jadilah kata itu untuk Harry. Dengan itu, dia memiliki tiga handuk terlipat bersih di counter wastafelnya.
Aku menengadah dan merasakan segarnya air hangat yang turun dari pancuran. Setelah mengusapkan sabun beraroma starwberi dan sampoo yang kedua kalinya dalam minggu ini, aku membalutkan handuk disekitar tubuhku. Kamar mandi ini sangat luas. Aku bisa tidur disini misalnya Harry tidak punya tempat untukku.
Kukeluarkan baju Nina dari paperbag yang kubawa. Hanya ada dua pilihan pakaian, jadi aku memilih satu yang bukan kemarin aku pakai. Aku bersumpah lantai rumah Harry lebih wangi dari pada baju ini.
"Selamat pagi," aku disapa oleh seorang wanita paruh baya saat sampai di dapur. Pinggulnya agak lebar, aku asumsikan dia sudah bekeluarga.
"Oh—umm, selamat pagi?" Balasku lebih seperti bertanya.
Tiba-tiba, Harry muncul dari ruang tamu sambil terkekeh dan melihatku. Sepertinya dia mendengarku yang kebingungan. Aku hanya berdiri kaku tidak tau apa yang harusnya kulakukan. Mengambil sarapan begitu saja? Atau penginapannya tidak termasuk makanan?
"Griselda, ini Mrs. Thomson, pengurus rumahku," Harry memperkenalkan kami berdua sambil bersandar di dekat wastafel.
"Senang bertemu denganmu," kataku dan Mrs. Thomson mengatakan yang sebaliknya. Hanya itu, ia izin untuk ke ruang laundry dan meninggalkan aku dan Harry sendiri di dapur.
"Ada waffle di meja makan. Mrs. Thomson membuatkannya untukmu," ujar Harry. Aku mengangguk tetapi bukannya berjalan ke meja makan, aku justru mengambil segelas air putih dan meminumnya.
"Kau sadar sudah memakai baju itu dari kemarin dan kemarinnya lagi?" Harry bersuara bahkan sebelum aku berhasil menenguk airnya.
"Uhh," aku memegang ujung baju ini dan menunduk untuk melihatnya. Itu tidak separah celana jeans yang sudah kugunakan sejak selamat dari kebakaran waktu itu. Aku belum mencucinya dan ini hampir seminggu. Katakan aku jorok, tapi apa lagi yang kupunya. Aku berbalik menghadapnya. "Ya—kurasa."
Harry tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya. "Makan wafflemu dengan cepat."
Aku mengerutkan dahi.
"Kita akan pergi berbelanja."
***
Alih-alih bekerja, Harry malah membuatku berbelanja di Westfield. Untungnya aku tidak memiliki kelas hari ini, jadi berargumen dengan Harry tentang kaos oblong dan celana jeans tidak diperlukan.
Harry memarkirkan mobilnya dan kami beruda melangkah masuk ke dalam. Jika dibandingkan, aku lebih seperti pembantu dibandingkan 'kencannya' sekarang. Lebih parah, aku mungkin terlihat seperti gembel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escort [Harry Styles]
FanfictionWhen you got paid just to accompany a young, handsome, and rich businessman. ------- Completed // Written in Bahasa WARNINGS | Sexual Content | Strong Language | Use of Alcohol | Violence copyright © 2016-2018 livelifeloveluke. All rights reserved.