"And when I wake up, You are still with me."
- Psalm 139:18G R I S E L D A
Ini adalah perasaan terburuk yang pernah kurasakan selepas bangun dari tidur. Aku merasa sangat lelah, rasanya seperti setiap bagian tubuhku pegal. Kutolehkan kepalaku ke samping dan cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela justru membuatku silau.
Aku kembali menatap langit-langit dan berpikir. Kutolehkan lagi kepalaku ke jendela hanya untuk merasa silau lagi. Yang jelas kutahu apabila aku kembali dengan kakiku sendiri ke apartemen ini, aku akan menutup tirai jendela kamar mengingat hujan kemarin. Aku kembali menatap langit-langit kamar. Jika Harry yang membawaku kesini, ia tahu akan ketakutanku dan juga akan melakukan hal yang sama.
Jeez, apa aku berkhayal lagi tentang Harry semalam? Nah, kemarin itu cukup nyata. Kurasa.
Aku menyingkirkan selimutku dan menemukan diriku berpakaian dalam piyama. Aku tidak ingat bagaimana aku mengenakan ini semua. Jadi, sejujurnya, aku masih bertanya-tanya apa yang terjadi semalam. Aku tidak minum terlalu banyak untuk dapat semabuk/selupa ini.
Setelah merenggangkan tubuhku beberapa kali, aku membiarkan dinginnya air yang keluar dari pancuran membasahi tubuhku. Aku menutup mata dan mendongak, merasakan setiap titik-titik air yang jatuh. Aku cukup yakin kemarin itu Harry, pikirku. Tapi tidak, itu bukan dia. Lagipula aku meninggalkan kunci apartemenku di mobil Shawn dan Harry tidak akan bisa membawaku ke dalam. Ugh, aku benci saat aku tidak mempunyai petunjuk.
Selesai dengan semua urusanku di kamar mandi, aku masih merasa tidak berfungsi dan kaku. Kuputuskan untuk melawannya dan mulai berpakaian. Mungkin jika aku bercerita dengan Nina ia bisa merancang banyak kemungkinan yang bisa membebaskanku. Atau, ia bisa mengubah topiknya dan membuatku tertawa. Keduanya baik-baik saja. Aku mengirim pesan pada Marry bahwa aku tidak akan mengikuti kelas hari ini dan akan menemuinya besok untuk mengejar ketinggalan. Way to go, Breston. Kau akan wisuda sebentar lagi.
Griselda Breston: Nina, bangun! Aku akan kesana sebentar lagi!
Aku tertawa kecil dan mengirim pesan itu, cukup yakin ia belum bangun dan nanti aku bisa menggedor pintunya dan membela diri sudah mengatakan akan pergi kesana. Aku mengumpulkan dompet dan ponselku dan memasukannya ke dalam tas. Jam menunjukkan pukul 9 pagi dan aku bergegas menuju pintu keluar sebelum Shawn mengecek keadaanku dan berasumsi aku sakit seperti yang selalu ia lakukan.
Ketika aku membuka pintu, kakiku lansung tersandung oleh sebuah benda yang tak kulihat berada di bawah. Sialan, itu bukanlah benda. Itu adalah manusia. Aku menghantam kaki sesorang. Saat aku melihat lagi orang yang tertidur di koridor itu, aku langsung bisa mengetahuinya. Rambut ikal itu.
Harry.
Ia ada disini, sekarang, masih terbalut dengan tuxedo dari semalam, di depan pintu apartemenku. God, pagi ini tidak bisa menjadi lebih aneh lagi bagiku.
Aku berlutut di sampingnya dan menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya. Sisi lain pipinya bersentuhan dengan dinginnya lantai koridor yang dingin. Ujung hidung mancungnya itu menyentuh salah satu lengan yang ia pakai sebagai bantalnya. Wajahnya masih sama seperti terakhir aku melihatnya, muda dan tampan. Kenapa ia disini? Jika ia membawaku ke ruang apartemenku, mengapa ia tidak tidur di sofaku saja? Maksudku, jika memang dia, kenapa ia tidak lekas pergi? Apa tidak ada yang melihatnya sepanjang pagi ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Escort [Harry Styles]
FanfictionWhen you got paid just to accompany a young, handsome, and rich businessman. ------- Completed // Written in Bahasa WARNINGS | Sexual Content | Strong Language | Use of Alcohol | Violence copyright © 2016-2018 livelifeloveluke. All rights reserved.