G R I S E L D A
Tidak terasa dua minggu berlalu. Tidak banyak yang berubah. Aku tetaplah aku dan Harry tetap menjadi Harry. Belum ada hal yang bisa membuat Harry kembali melembut seperti waktu itu. Walaupun aku sangat ingin hal itu terjadi, aku juga tidak berharap akan ada hujan besar lainnya.
Akan tetapi tugasku mulai berjalan dengan baik. Aku tidak merasa terburu-buru lagi, mata kuliah dan shift-ku di Fiona's berjalan lanacr, dan itu hal yang patut kusyukuri.
Hari ini, mendengarkan cerita Nina di tengah-tengah Fiona's Cafe yang sepi adalah hal yang biasa, tetapi selalu menghiburku. Salah satu hal yang paling aku sukai untuk dilakukan.
"Bagaimana iniiii?" Nina merengek. "Apa aku terlihat murahan?"
Aku terkekeh melihat ekspresinya. Namun tak lama, aku kembali fokus ke buku. "Tidak, Nina. Itu wajar."
"Ya, tapi jika aku terus menerus datang. Apa menurutmu aku mengganggu?" Nina menunjuk-nunjuk dadanya lalu menggaruk-garuk kepala. Ia harus mendapatkan piala Oscar untuk ini.
"Luke menerimamu artinya dia senang," jawabku santai.
"Benarkah? Karena bisa saja ia datang ke apartemenku tapi ranjangku sempit."
Aku bahkan tidak mengerti kenapa ia bisa membicarakan hal ini padaku karena jelas, aku bukan pakarnya.
"Mmm-hmm."
"Berhentilah membaca buku dan berikan aku pendapat," Nina dengan sigap merebut buku dari peganganku.
"Sudah kuberikan," protesku. "Kembalikan bukuku."
"Yeah, tapi itu tidak menenangkanku."
"Bicarakan pada Luke. Kurasa ia akan baik-baik saja," maksudku, ini juga tidak terlalu penting untuk dibicarakan. Tapi untungnya Luke bukan Harry. Jika iya, Nina mungkin akan merengek sambil menangis. Atau putus dengannya hanya dalam satu minggu. Mungkin dua hari.
"Bagaimana jika ia risih denganku?"
"Sebenarnya apa yang kita bicarakan? Ranjang atau dirimu?
"Tuh, kau tidak mendengarkanku sih, Gris!"
"Aku serius!" Jawabku. Aku mendengarkannya, walau aku tau ini hanya Nina yang selalu memikirkan hal kecil terlalu berlebihan. Luke beruntung. Jika saja ia tau seberapa sering Nina membicarakannya.
"Aku bertanya apakah aku terlihat murahan jika selalu aku yang main ke apartemennya dan bukan dia yang main ke tempatku?" Akhirnya Nina memberi inti dari permasalahannya. Dia terlalu malu untuk mengakui itu.
"Tidak sama sekali," aku mengangkat bahu.
"Soalnya ranjang Luke lebih luas dibandingkan ranjangku," Nina menggumamkan kata-kata ini sambil menunduk.
"See? Bagaimana aku bisa menyatukan topik ini tanpa berpikiran negatif!" Seruku dan ia tertawa polos. Oke, dia tidak polos.
"Karena memang begitu."
"Kau bicara dengan orang yang salah Nina," aku menggelengkan kepala dan Nina kembali merengek. Aku tertawa, ia sangat lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escort [Harry Styles]
FanfictionWhen you got paid just to accompany a young, handsome, and rich businessman. ------- Completed // Written in Bahasa WARNINGS | Sexual Content | Strong Language | Use of Alcohol | Violence copyright © 2016-2018 livelifeloveluke. All rights reserved.