A/N: di chapter sebelumnya aku lupa jelasin kalau sebenernya Harry bayarin makan di Vetri itu udah sejak lama; sejak mereka lagi ngobrol tentang Ezzie di chapter 21 (newspaper). Jadi Harry kek nitip pesen ke restorannya gitu, terus kasih tau ke mamanya Gris. Tapi mamanya Gris pikir kalau itu lebih baik di pake saat ultah Ezzie biar lebih spesial. Got it?
Enjoy the chapter x
~•~
"How often it is that angry man rages denial of what his inner self is telling him."
- Frank HerbertG R I S E L D A
Aku menghabiskan dua hari terakhir di Pennsylvania hanya menemani Ezzie bermain dan menonton film lama bersama mom. Rasanya sudah bertahun-tahun aku tidak mengunjungi mereka, padahal aku melakulannya setiap tahun. Kurasa pada hari-hari biasanya aku merasa bahwa aku menempel pada suatu rutinitas. Tapi sekarang, aku merasa itu sudah berubah.
Walaupun aku berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membicarakan 'keanehan'ku, mom tampaknya tidak menyerah. Ia mengenalku dengan baik. Berpura-pura bercerita dan mengobrol lama dengan Ezzie tidak membantu. Ia tahu bahwa terdapat perubahan yang siginifikan dalam hidupku.
"Ini hari terakhirmu, apa kau masih tidak mau bercerita pada ibumu?"
"Aku masih tidak tahu apa yang harus dibicarakan, mom."
"Mari mulai dengan mengapa kau tidak memberi tahuku bahwa apartemenmu kebakaran?"
"Dari mana kau tahu? Itu sudah lama sekali," tanyaku. Masa buruk itu terlintas sejenak di benakku.
"Tepat sekali. Aku juga baru tahu karena tidak ada berita di tv Penn. Kau memasukkan nomorku pada registrasi sebagai nomor kedua, kau ingat? Pihak apartemen itu meneleponku kemarin-kemarin; mengatakan apartemen mereka sudah siap untuk ditempati lagi. Dimana kau selama ini tinggal? Kenapa tidak memberi tahuku?"
"Benarkah? Cepat sekali! Baru sekitar empat bulan dan mereka suda merenovasi semuanya?" Ucapku tidak percaya. Jika memang mereka mampu untuk melakukan hal itu, lantas mengapa keran air kamar mandiku dulu tidak kunjung diperbaiki? Aku mencuci muka dan menggosok gigi di dapur!
"Griselda, itu bukan inti pembicaraanku."
"Terima kasih infonya, mom. Itu sangat membantu."
"Griselda Breston, lihat ibumu."
Aku menghela napas lalu melihat wajah ibuku. Beberapa kerutan baru kuperhatikan muncul di wajahnya. Walaupun begitu, ia tetap saja terlihat seperti malaikat. Ia memang malaikat. Dan seharusnya aku tidak berbohong padanya.
"Aku tinggal bersama temanku, Nina. Kau mengingatnya? Kau, tahu? Rambutnya pirang, matanya biru, tidak terlalu ting—"
"Aku tahu Nina. Dia juga mengenalku. Sekarang, beri tahu aku yang sebenarnya," kata Mom dengan suara yang masih tenang. Ugh, dia mengenalku terlalu baik, meski sudah bertahun-tahu kami tinggal terpisah.
"Aku mendapat perkejaan. Sebagai escort—"
"Escort katamu?"
"Ini bukan seperti yang kau pikirkan. Aku bukan pelacur. Aku hanya—"
"Apa, Griselda? Aku membesarkanmu lebih baik dari pada ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Escort [Harry Styles]
FanfictionWhen you got paid just to accompany a young, handsome, and rich businessman. ------- Completed // Written in Bahasa WARNINGS | Sexual Content | Strong Language | Use of Alcohol | Violence copyright © 2016-2018 livelifeloveluke. All rights reserved.