G R I S E L D A
Harry terus menarik tanganku dan memaksaku berlari. Dengan sepatu hak dan gaun satin panjang ini, aku beberapa kali berteriak karena takut tersandung dan jatuh, tapi tampaknya Harry tidak memperdulikan hal itu.
Ketika ia melihat rambu bewarna biru dengan panah putih menunjuk ke bawah, ia mendekatkan tubuhku ke arahnya. Aku tiba-tiba tahu bahwa kami tidak akan berjalan sepanjang malam saat menuruni tangga untuk menuju stasiun metro.
"Kau tahu kemana kita akan pergi?" Tanyaku ketika Harry mengantre di mesin penjual tiket otomatis.
"Apa warna M&M favoritmu?" Ia mengabaikanku. Aku mengerutkan alis lalu memutar mata dan membalas, "entahlah. Kuning, kurasa."
Harry mengangguk dan sekarang gilirannya untuk membeli tiket. Aku memperhatikan bahwa Harry mengambil rute bewarna kuning untuk beberapa kali jalan, dan disitu aku yakin bahwa ia juga tidak tahu kemana kami akan mengarah. Dengan bangga ia memberiku tiket yang keluar dari mesin dan aku menerimanya, melewati beberapa pemindai tiket dan turun lagi ke tingkat yang lebih rendah.
"Terakhir kali aku naik kereta bawah tanah, aku berumur 15 tahun," ucapnya tiba-tiba.
"Well, siapa yang butuh kereta bawah tanah jika mobilmu berbaris di garasi?" Tanyaku sarkastis selagi kami menunggu kereta berhenti.
"Dan ya, bukankah ini menghabiskan terlalu banyak waktu?"
"Tidak kecuali kau punya banyak uang," sahutku dan kereta kami sampai.
Pintunya terbuka secara otomatis dan mengejutkannya, tidak ada orang yang keluar, jadi kami melangkah masuk. Orang-orang yang masuk lewat pintu lainnya mengisi kabin yang sebenarnya sudah penuh dan sesak itu, kebanyakan oleh remaja yang berpakaian hippie/bohemian. Aku kehilangan keseimbangan saat seorang ibu mendorongku untuk merebut tempat duduk di dekat pintu, tapi untungnya, Harry menggenggam lenganku dan menyisakan sedikit tempat agar aku dapat berpegangan di tiang.
"Lihat siapa yang lebih berpengalaman denga metro?" Harry secara harafiah bernapas di hadapanku.
"Aku hanya tidak seatletis dirimu."
Selagi keretanya berjalan, orang-orang berbisik sambil melihat kami dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dan itu bukan karena kami adalah Beyoncé dan Jay-Z, tapi karena gaun dan setelan yang kami kenakan. Aku menunduk malu karena semua tatapan itu lalu aku menyadari, Harry seolah ikut mencemooh gaunku.
"Apa?" Tanyaku.
"Kenapa kau memakai gaun di subway?" Balas Harry seolah-olah ia adalah orang yang melihati kami dengan aneh.
Aku balas menggodanya, "kenapa kau memakai setelan di subway?"
Kami berdua tertawa dan aku menyadari bahwa tatapan orang-orang itu tidaklah penting. Aku disini, berpegangan pada tiang kereta bawah tanah yang sesak dengan gaun pesta, tiga inci dari Harry dan aku tidak merasa malu sama sekali.
"Kau tahu apa?" Bisik Harry dan aku menengadah di bawah kepalanya. "Ayo kita ikuti kemana perginya para hipster itu," ujarnya bermaksud pada para remaja yang sedang tertawa sambil membahas rencana mereka.
"Apa? Memangnya kau pikir kemana mereka akan pergi? Minum root beer?"
"Mereka tampak bersenang-senang. Jika root beer, aku akan traktir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Escort [Harry Styles]
Fiksi PenggemarWhen you got paid just to accompany a young, handsome, and rich businessman. ------- Completed // Written in Bahasa WARNINGS | Sexual Content | Strong Language | Use of Alcohol | Violence copyright © 2016-2018 livelifeloveluke. All rights reserved.