A/N: Happy new year! Thank you so much for being all the way here, sepanjang tahun ini bahkan saat aku late updates dan masih nungguin. I love you all so much! Hopefully, di tahun berikutnya kalian masih jadi reader aku, dan ofc dengan cerita yang berbeda! Ahaha!
Wish you all the best of luck for next year! You'll do great! x
Anyway, aku berusaha untuk 'membenahi' rutinitas aku tahun ini, dan di akhir" liburan ini aku bakal nulis beberapa chapter tapi aku gak terlalu into it. If you know what I mean...so chapter ini, dan dua/tiga chapter kedepan mungkin kurang memuaskan dan agak berantakan (sorry) but please keep on leaving feedbacks.
Tolong ingat bahwa mereka masih punya banyak hal untuk dibicarakan dan semuanya gak bakal selesai hanya dalam satu chapter dan mereka gak bisa kawin gitu aja like the usual happy ending.
I love you guys so much (second time I say this, no?) and stay positive x
~•~
"The snowflakes never needs to feel responsible for the avalanche."
- Jon RonsonG R I S E L D A
Dengan sendirinya aku memiringkan kepalaku dan perlahan menghilangkan jarak di antara kami. Mataku perlahan menutup, menantikan sentuhan dari bibir merah mudanya yang lembut. Hanya sedikit lagi dan aku bisa merasakannnya, tetapi kami diganggu oleh suara bel apartemenku. Sialan, aku menemukan diriku bersumpah.
Aku tertawa kecil, "aku harus membukanya."
Ia menghembuskan napas, juga tersenyum, "baiklah."
Cukup yakin dengan siapa yang ada di balik pintu itu, aku mengingatkan Harry untuk tidak menyela, "kau mungkin tidak menyukai orang ini, tapi tolong—pokoknya tenang saja, oke?"
"Oke," ia tertawa melihatku, "tapi cepatlah kembali."
Aku tidak menjawab, melainkan tersenyum dan bangkit dari tempat duduk, berjalan untuk membuka pintu itu. Sesuai dugaanku, Shawn berdiri dengan senyuman biasanya sambil membawa sesuatu untukku. Aku benci fakta bahwa ia begitu baik padaku dan aku tidak merasakan apapun terhadapnya.
"Hey," sapaku dan segera menutup pintu di belakangku, tidak ingin ia melihat siapa yang ada di dalam.
"Hey," ia tersenyum manis, "apa kabar?"
"Aku baik-baik saja, Shawn. Aku tidak sakit," ucapku tetap berusaha terdengar ramah.
"Yeah, aku hanya khawatir," ucapnya.
"Kau benar-benar teman yang baik," kataku dan segera menyesalinya. Aku tidak ingin terdengar seperti ingin membuatnya sadar dimana ia berdiri.
Ia berkedip, kemudian semua situasi menjadi canggung. Untungnya ia langsung mengganti topiknya, "Ibuku membuatkanmu ini."
"Oh, ia benar-benar baik," aku mengambil paperbag itu dari tangannya. Sekarang aku merasa buruk karena bahkan tidak membiarkannya masuk. "Sampaikan terima kasihku untuknya, ya?
"Pasti. Ngomong-ngomong dia juga yang mengganti bajumu semalam."
"Terima kasih, Tuhan," candaku dan ia tertawa. Dan kami kembali ke canggung lagi. Aku menunduk melihati sepatunya sehingga aku bisa menghindari tatapan Shawn. Tapi kali ini ia benar-benar datang untuk membicarakan sesuatu.
"Gris, sebenarnya apa yang terjadi semalam? Kemana kau pergi?" Tanynya agak memaksa.
"Ini rumit," jika kau tidak mengenalku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escort [Harry Styles]
FanfictionWhen you got paid just to accompany a young, handsome, and rich businessman. ------- Completed // Written in Bahasa WARNINGS | Sexual Content | Strong Language | Use of Alcohol | Violence copyright © 2016-2018 livelifeloveluke. All rights reserved.