»»——⍟——««
“JADI … ” Pria yang menjabat sebagai kepala sekolah tersebut memejamkan mata erat bukan main sembari mengurut pelipisnya. Niat hati ingin mengusir denyutan pening di kepala namun menyadari betul bahwa gadis berponi di depannya tidak merasa bersalah sedikitpun. Pak Henry mulai panas. “ … kamu ngelakuin itu buat bales dendam?”
Tolong katakan bahwa Pak Henry salah lihat saat Jessica tengah memberikan senyuman serta mengangguk penuh keyakinan sekarang?
“Iya, Pak.”
“Ini mainan?” tanya sang kepala sekolah dengan nada serak; nyaris mengalami trauma pada benda hitam di atas mejanya itu.
Jessica lagi-lagi mengirim dua anggukan. “Benar sekali.”
Kehabisan kata. Tak ada lagi kalimat yang sanggup Pak Henry maupun Bu Inda keluarkan untuk Jessica. Kosa kata kemarahan mereka sudah tandas terlempar namun yang menjadi target sangat-sangat gesit menepis. Tentu, gadis biang onar tersebut harus segera diproses lantaran telah membuat satu sekolahan gempar karena senjata mainannya ini. Bahkan korban Jessicaㅡsebut saja Alvinㅡsampai tak sadarkan diri karena ulah si empu.
Atensi kedua orang tua tersebut terpusat lagi pada Jessica yang mendesis, menyilangkan kaki di kursi dan memandang mereka bergantian dengan ekspresi sulit. “Kira-kira Alvin mati nggak ya, Pak?”
Ya Tuhan! Tolong! Kenapa Engkau kirim hamba-Mu yang luar biasa unik dan spesial ini pada kami?! Bukan main stres kami menghadapinya, astaga!
“Jessica, kamu tau kalau bercandaan kamu sekarang itu kelewatan?” ujar Bu Inda, suaranya memberat seiring maniknya yang menatap lekat-lekat pada sang murid. “Kamu bikin orang-orang panik bahkan staf sekolah nyaris nelepon polisi gara-gara … benda mainan ini, Jessica. Apa salahnya kamu bersikap tenang dengan kepala dingin alih-alih bikin keributan begini? Kamu perempuan, Nak. Nggak baik begitu. Kamu ngerti kesalahan kamu nggak, sih?”
“Terus Ibu ngerti perasaan saya gimana?” balas Jessica cepat. Ekspresinya terkontrol sempurna bersama pundaknya yang ditegapkan.
Bu Inda sepenuhnya menatap tak mengerti seraya mengerutkan kening. “Maksud kamuㅡ”
Kalimat sang guru terpotong tatkala Jessica memiringkan kepala, mengepalkan tangan diam-diam dan menyela sembari mengulas senyum tipis. “Alvin nyium saya tanpa izin dan wajar saya ngebales. Saya rasa saya udah ngejelasin detailnya selama lebih kurang sepuluh menit. Bahkan bikin dia pingsan nggak bakalan mengurangi kebencian dan dendam saya. Ini badan saya dan saya berhak ngebalas siapapun yang berani-berani nyentuh saya tanpa izin. Ibu bilang Ibu perempuan, tapi kenapa cuma ngeributin persoalan balas dendam dibandingkan hal berengsek yang Alvin lakuin ke saya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Teen FictionBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...