─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
02:35 dini hari.
Danㅡoh, sial! Di mana Jessica terbangun sekarang? Ia terjaga di atas sofa yang cukup tua dengan tubuh terbungkus selimut bermotif kotak-kotak; tidak tebal maupun tipis. Yang paling tidak masuk akal adalah mengapa bisa ada Alvin di sini?! Lagi pula ini di mana, sih? Ya Tuhan! Kronologi kejadian beberapa jam lewat yang sibuk gadis itu bongkar dalam laci kenangan adalah ia kabur dari rumah selepas pertengkaran orang tuanya, kemudian tahu-tahu bertemu Haicalㅡwait a minute! Jessica betulan berhalusinasi atau saking frustasinya tadi?!
Ya Tuhan! Ia melihat Haical dengan kedua mata kepalanya, tersenyum hangat, memeluknya erat dan berkata kelewat lembut, "Semua bakalan baik-baik aja, Sica."
Astaga! Jessica serius pangkat seratus mendengar laki-laki manis itu berbicara bahkan ia sendiri dapat menyentuhnya. Apa-apaan itu?! Sungguh-sungguh cuma mimpi belaka, ya? Ah, padahal sangat nyata sekali rasanya tatkala tubuh tegap itu ia rengkuh teramat erat. Jessica menghela napas berat, menunduk kecil seraya menekan pelipisnya agar denyutan itu mau hilang. Tersentak tengah malam begini nyatanya kapabel sekali membuat kepalanya pening. Seolah habis terbangun dari tidur berabad-abad lamanya.
Jessica menekuk kaki dan memperhatikan Alvin yang terlelap di sisi sofa sembari mencengkeram ujung selimut. Dengan posisi begitu pemuda yang sangat menyebalkan tersebut bisa-bisa sakit pinggang paginya. Ia geleng-geleng kepala tidak habis pikir dan bertanya, mengapa bisa ia berakhir bersama Alvin begini?
Bila ditelaah benar bahwa berita mengenai ketampanan pemuda itu bukanlah guyonan belaka. Alvin akan sempurna dengan paras menawannya kalau hidup dan bertindak mirip seperti Arzan. Ketua OSIS kesayangan Bina Bangsa yang dalam sejarah visualnya mengguncang sekolah dan amat disayangkan jatuh hati dengan perempuan yang menbenci eksistensinya. Apa kebanyakan kisah cinta zaman sekarang adalah mencintai yang tidak bisa dimiliki begini?
Arzan pada Rosa, contohnya. Alvin apakah bisa dimasukkan? Bisa jadi demikian. Pun, Jessica akan memasukkan dirinya dalam kategori tersebut. Cintanya telah pergi untuk selama-lamanya. Bertahun lalu Haical pernah bilang padanya saat pemuda itu dirawat untuk kesekian kalinya ditemani infus kemana-mana.
"Wajar aja kalau mencintai apapun yang nggak bisa kita raih semudah itu, Sica."
"Kalau udah tau nggak bisa diraih seharusnya nyerah. Nyari yang lain. Ngapain capek-capek dan buang waktu buat orang yang nggak sayang kita?" Jessica berbalut seragam SMP enggan setuju dengan seorang karakter perempuan di sebuah film aksi-romansa. Yang rela mati demi laki-laki yang tidak mencintainya.
Haical selesai mengancingkan baju pasiennya dan tersenyum geli memandang gadis itu. "Kalau apa yang kita mau bisa didapetin dengan mudah, gampang banget kita raihnya. Kita juga mudah buat ngelepasnya, Sica. Karena saking mudahnya hal itu nggak berarti lagi. Sama halnya dengan orang. Kalau sayang dikejar sampai dapet dan pas udah dapet disayang-sayang deh karena susah ngedapetinnya. Ngerti 'kan kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Teen FictionBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...