💚💚💚
TOLONG!
Tolong ingatkan Alvin bahwa ia harus menjadi orang yang setidaknya berbudi pekerti luhur dan tidak pamrih atas segala bantuan nan sudah ia salurkan secara suka rela. Sebab rasa-rasanya menghadapi Jessica dalam mode super jahil benar-benar di luar batas kemampuannya. Argh! Jantungnya serasa ingin meledak lantaran sebal gadia serupa boneka tersebut terus-menerus menggodanya, melayangkan rayuan, tak ayal kini juga berperilaku bagai orang sinting. Kepalanya pusing tujuh keliling dan tampaknya Jessica enggan memahami hal itu.
Iris tajam sang pemuda memandang sebal perempuan bermata bulat yang sekarang sedang terkekeh-kekeh geli. Merayakan kemenangan telak dalam menjahili seorang Alvin yang selama ini selalu gagal mengalahkan tindak-tanduk abnormal lawan. Oleh karena itu sah-sah saja apabila Jessica ingin tertawa lepas dengan perasaan membuncah. Memang, afeksi sewaktu menjadi pemenang itu adalah hal luar biasa dalam kehidupan. Jessica akui itu dengan sangat.
Jam pun lambat laun berdetak pada pukul 17:19 WIB. Detik demi detik berlalu maka sudah sepantasnya bila matahari nyaris turun sempurna dari kedudukan impermanent tersebut. Kendati demikian hari terasa akan segera berakhir, baik anak adam dan hawa di sana masih belum mau beranjak dari kenyamanan kursi pantai, semilir angin sejuk yang membawa hawa panas pergi serta keindahan alam depan mata nan mampu memberikan damai pada relung jiwa. Jauh dari hiruk-pikuk kota. Jauh dari kebisingan tak berarah. Jauh dari sesaknya polusi suara. Jauh dari padatnya penduduk pusat.
Tempat ini benar-benar menjadi pelarian yang tepat bagi Jessica dan mau tidak mau ia sangat-sangat berterima kasih terhadap Alvin yang cukup senang hati membawanya kemari.
Jessica kembali memiringkan posisi menghadap lurus pada sang lawan sementara anak lelaki serupa kelinci tersebut mulai mendidih kepalanya lantaran kesal menggebu-gebu. “Apaan lagi?!” sentaknya galak. “Lo berulah sekali lagi, gue tinggal. Mampus. Nggak peduli gue nasib lo di sini gimana! UDAH SANA! REBAHAN YANG BENER LO, MADEP KE SONO! BUKAN KE GUE!”
“Tapi pemandangan yang sekarang lagi gue liat jauh lebih indah, tuh? Gimana dong?” Jessica membalas lewat air muka polos bagaikan balita yang baru saja belajar bahwa mencuri itu tidak baik.
Jessica berkedip lucu. Alvin betulan nyaris berteriak sinting.
“LO-!” Alvin menjambak rambutnya frustasi. “Pembalasan dendam lo nggak lucu!”
“Padahal gue muji doang, 'kan nggak dosa,” sahut Jessica tidak peduli, masih mempertahankan posisi sebagai pemenang nan ingin selalu unggul dalam konversasi.
Mata sang pemuda terbelalak tidak percaya. Ingin memaki tetapi sudah lelah mental. Ingin membalaskan rasa dendam namun sakit kepala memikirkan sahutan nyeleneh perempuan itu aaja Alvin sungguh-sungguh tidak sanggup lagi. Jadi untuk kedamaian diri sendiri dan jiwanya nan sudah amburadul parah, Alvin memilih mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Ficção AdolescenteBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...