BAB 66 : Nestapa

1.3K 234 53
                                    

─── ・ 。゚☆ :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─── ・ 。゚☆ : .☽☽☽. : ☆゚• ───

BAGAIMANA cara mengenyahkan sungkawa dalam kehidupan? Bagaimana cara mengusir pergi nestapa yang mendekap tubuh dengan duri-duri tajamnya? Bagaimana cara melepas duka getir nan tidak tertahankan ini? Bagaimana? Tolonglah. Berikan satu trik saja pada Jessica yang kehilangan waras dalam diri ini. Dadanya bergemuruh hebat. Jantungnya terasa tertusuk belati berulang kali. Sesak mencekik ini bahkan masih terasa menyakitkan kendati telah berulang kali mengecap sepanjang tarikan napas. Pun benak tengah sibuk luar biasa, mencari-cari satu asa guna dijadikan tumpuan. Namun nihil. Jessica tidak menemukan satu hal apapun untuk menetralkan racun nan menggerogoti tiap jengkal tubuh. Kendali sudah tidak lagi pada genggaman. Pikiran berkecamuk. Isi hati porak-poranda, sempurna akan remuk redam. Benang merah takdir berakhir menjadi satu-satunya pelampiasan kemalangan pada diri.

Mengapa harus Jessica?

Apa kebahagiaan terlalu mewah untuk Jessica?

Atau, memang ada syarat-syarat tertentu agar Jessica dapat meraihnya tanpa harus terluka terlebih dahulu?

Akan tetapi mengapa?

Mengapa harganya mahal sekali? Sementara permintaannya dalam kehidupan ini begitu sederhana.

Jessica hanya ingin keluarganya hidup menjadi satu harmoni indah. Harmonis seperti keluarga orang lainnya. Apa permintaannya begitu lancang, Tuhan? Apa permintaannya begitu serakah sehingga balasan untuk ketidaktahuan diri ini adalah hukuman absolut nan menenggelamkannya dalam palung terdalam duka?

Apa benar-benar Jessica tidak selayak itu bahkan hanya untuk sekadar mendambakannya saja?

Apa dosanya terlalu menggunung bahkan ketika mengharapkan satu kemungkinan kecil saja?

Apa begitu salahnya jika ia menaruh harapan?

Jiwanya meraung-raung. Meratapi nasib diri. Menertawai dengan pahit permohonan sia-sia di tengah-tengah guyuran hujan. Menyamarkan seberapa membludaknya kemuraman di pelupuk mata. Jessica tidak peduli lagi dengan tatapan demi tatapan keheranan orang-orang padanya sepanjang pelarian. Tidak peduli seberapa dingin dan pegalnya telapak kaki tanpa alas tersebut melangkah menjauhi area rumah sakit. Bahkan ketika tubuh pucat itu bergetar hebat bukan main. Jessica enggan berhenti walau sejenak, terus-menerus mengayunkan tungkai dengan satu tujuan di dalam kepala.

Total basah kuyup dengan badan terbalut pakaian pasien rumah sakit, Jessica mendorong pelan pintu setengah berkarat itu, memasang senyum lebar selagi petir menyambar di belakang punggung. Sorot matanya gamang, suaranya juga terdengar amat parau tatkala berkata pahit dengan jenaka. "Vin, rumah gue hancur. Hehe."

Apa pilihan yang bisa Alvin lakukan guna merespon kalimat pedih tersebut selain bergegas bangkit dan mendekap lawan erat-erat? Jelas saja tidak ada. Perempuan yang selama berjam-jam tidak ada kabar beritanya, sementara berpikir, mana mungkin orang asing seperti dia akan mendapat satu berita mengenai kondisi sang puan manis padahal ia sendiri nan ceroboh membiarkan gadisnya terpeleset lalu tenggelam dalam danau. Meski khawatir, cemas dan gundah merongrong dada, tak ada banyak hal yang bisa Alvin lakukan selain mensyukuri satu hal, keluarga Jessica tidak meminta pertanggungjawaban lebih tentang tragedi yang terjadi. Alvin terisak diam-diam.

"Gue di sini, Jessica."

The Princess TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang