APABILA di umpakan secara gamblang, transparan dan tepat sasaran. Barangkali kejengkelan nan sedang menggerogoti jantung sekaligus hatinya telah menyerupai gunung aktif yang siap memuntahkan lahar panas guna membumi hanguskan sekitarnya. Menghancurkan setiap sentinya. Melenyapkan setiap eksistensi yang terlihat. Begitu pendeskripsian isi hati seorang Alvin sekarang ini. Dia sangat amat muak menghadapi situasi yang sama berulang-ulang kali. Hingga rasanya si lelaki bisa melakukan apa saja untuk menyingkir masalah nan sedang mengganggu kesehariannya tersebut. Jujur saja, bukankah dia lahir tanpa setangki kesabaran melimpah? Hei, dia jelas-jelas bukan badan amal. Mana sudi ia bersikap sabar terhadap orang-orang yang bahkan tidak ingin bersikap sabar atas dirinya; egois memang, akan tetapi Alvin mana mau repot-repot peduli.
Emosi yang kini menguasai dadanya benar-benar tidak terbendung lagi, jadi Alvin harus memprioritaskan hati dan batinnya. Ini tidak bisa di tunda-tunda lagi jikalau tidak ingin ada tragedi tragis pada sekolah Bina Bangsa yang belakangan ini telah banyak menanangi kasus baru tiap harinya, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Karena apa? Sudah pasti jawabannya adalah karena Jessica yang berbuat ulah.
Tapi inti kegondokan laki-laki ini bukan terletak di sana, akan tetapi pada agenda rutin harian Jessica. Menggasak habis semua orang yang lancang menyentuh tiga sahabatnya. Alvin bukan orang sekulot atau sekuno itu hingga cemburu dengan tiga gadis kecil yang dengan ditiup saja mereka bisa mati mengenaskanㅡoke! Ini hiperbola. Tidak lain tidak bukan ialah karena objek-objek santapan maut Jessica. Alvin tidak sudi berbagi gadisnya. Alvin ingin atensi Jessica total tertuju padanya. Secara utuh. Secara sempurna. Secara penuh. Perhatian yang tertuju mutlak dan absolut padanya. Hei, setidaknya bukankah Alvin layak mendapatkannya usai penantian panjang selama enam bulan hidup bagai manusia tanpa roh?
Tentu saja begitu.
Sialnya, gadis kesayangannya ini tidak begitu paham maksud dari rajukan Alvin. Bahkan terkesan tidak peduli walau Alvin tidak datang menghampiri.
Rasa sebal nan bergumul dalam dada semakin menjadi-jadi. Alvin membanting sendok dan menggebrak meja kantin dengan amat keras. Tidak peduli dengan beragam jenis atensi nan warga sekolah tujukan padanya. Pemuda kelinci tersebut cuek sekali pergi berjalan meninggalkan area kantin bersama ekspresi masam bukan main. Sementara tidak ada yang bersuara sama sekali, enggan mengundang amukan harimau yang sedang sensitif. Bisa-bisa leher mereka dipenggat begitu saja dari tempatnya. Di samping hal itu juga rasa-rasanya mereka sedikit paham akan perubahan signifikan perasaan Alvin.
Yah, orang gila mana yang akan bersikap baik-baik saja ketika kekasih tercintanya lebih fokus terhadap orang lain? Jelas tidak ada, dan Alvin salah satunya dari sekian banyak orang itu.
Sementara itu si pemuda berjalan menyusuri koridor. Dia berniat menemui Jessica yang bahkan tidak berusaha mencarinya selama tiga hari ini. Kesabarannya telak habis di buatnya. Oleh karena itu Alvin tidak punya pilihan lain selain lebih dulu mendatangi sang gadis berponi. Di dalam gedung olahraga, lebih tepatnya pada bagian ruang kolam renang, gadis manisnya tersebut tengah duduk manis menyilangkan kakinya sembari menyunggingkan seringaian. Tidak sendirian, Jessica di temani oleh enam orang anak laki-laki yang berdiri di tepi kolam renang. Seolah sedang menunggu eksekusi oleh sang penguasa sekolah. Tampaknya sang cantik terkasih masih ingin bermain-main, namun persetan dengan semua hal itu, Alvin sudah terlampau muak menunggu. Alasan berdasar tersebut yang membuat Alvin datang dan menendang mereka satu persatu tanpa aba-aba, sekuat tenaga dan menyeringai sinting pada mereka berlima.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Ficção AdolescenteBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...