· • —– ٠ ✤ ٠ —– • ·
MENGERIKAN!
Rosa mengerjap beberapa kali melihat wajah sahabat sintingnya memerah menahan amarah, bahunya naik-turun sementara tangan terkepal kuat di bawah sana. Jessica tampak bersiap untuk mengamuk usai mereka sampai di kelas lantaran menemukan meja si gadis penuh dengan dekorasi merah muda. Tak hanya itu, ada belasan cokelat dan boneka mini beruang yang tersusun rapi dan sialnyaㅡwajah si beruang malah berganti dengan foto Jessica.
Sungguh, Rosa nyaris terbahak-bahak kalau saja tak mengingat kondisi.
Sang pelaku tampaknya tahu benar bagaimana cara memancing kemurkaan seorang Jessica.
Jessica mendongam menatap seluruh manusia di kelas sebelum bertanya dengan nada luar biasa dingin. “Sebelum gue remukin tulang kalian satu persatu dan gue kasih anjing liar di luar sana. Siapa yang ngerjain meja gue?”
“A-alvin, Jes.”
Brak! Sang ketua kelas berjengit tatkala Jessica menendang kasar kursinya hingga jatuh berdentum. “Dan lo nggak ngehentiin anak kelas lain buat ulah?!”
“Maaf, Jessica. Gue nggak berani,” sahutnya mencicit.
“Ouh! Jadi elo lebih milih gue rajam di sini setelah selamat dari dia?!” tandas Jessica, setengah berseru.
Eron bergetar ketakutan di posisi, betul-betul tak ingin babak belur namun Jessica mana bis diajak kompromi. Mengamuk, ya, mengamuk. Maka berterimakasihlah sang ketua kelas kepada Rosa lantaran gadis itu menepuk pundak sahabatnya dan menggeleng.
“Kalau waktu diputar kembali, Eron tetap ngelakuin hal yang sama. Kalaupun dia milih ngehentiin si Alvin, yang ada dihajar habis-habisan dan meja lo bakalan tetap pink-pink begini, Sica,” papar Rosa tenang, menyeruput kopi paginya seraya melirik sekilas pada meja Jessica. “Lo tau sendiri, di sekolah kita. Alvin dan Jessica itu pentolan. Nggak ada yang berani karena kalian sama-sama … gila dan sinting.”
“That's right, Rosa! Seratus buat lo!”
Atensi satu kelas langsung terbuang ke arah pintu dan menemukan Alvin berdiri pongah di sana, melambaikan tangan sebelum mengirim kiss bye pada Jessica. “Suka hadiah paginya, Sayang~?”
Sudut bibir gadis berponi tersebut berkedut, menyeringai dingin kemudian dan menyugar rambutnya perlahan. “Lo beneran mau perang sama gue, hm?”
Sang lawan bicara sontak memasang ekspresi terkejut dan menggeleng sembari mengibaskan tangan di udara. “Gue? Who's say? Enggaklah, bagi gue ini namanya pengakraban.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Novela JuvenilBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...