BAB 73 : Nakal dan Jahat

873 96 15
                                    

─── ・ 。゚☆ :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─── ・ 。゚☆ : .☽☽☽. : ☆゚• ───

DUA minggu. Empat minggu. Kemudian sudah genap satu bulan. Lambat laun bertambah hari demi hari. Tahu-tahu sudah lebih dari satu minggu lagi. Lalu bulan lagi. Begitu terus. Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tepat lima bulan kepergian Jessica dari hidupnya dan Alvin tidak pernah merasa kehilangan seperti ini sebelumnya. Alvin tidak pernah merasa hidupnya sehampa ini. Tidak pernah merasa jikalau hidupnya akan seberat ini tanpa kehadiran gadis barbar kesayangannya itu. Alvin tidak pernah mengira bahwa ketiadaan Jessica dalam poros dunianya benar-benar melumpuhkan nyaris seluruh engsel kehidupannya, dan membuat dia terus berlari dari getirnya fakta bila saat ini dia benar-benar di tinggalkan tanpa salam perpisahan.

Jantungnya berdenyut ngilu.

Alvin tidak pernah tahu bahwa merindukan seseorang bisa membuatnya gila seperti ini. Entah sudah berapa orang yang ia pukuli hari ini. Entah sudah berapa kayu yang ia patahkan kali ini. Entah sudah berapa pukulan yang membuat buku-buku jarinya lecet hingga mengeluarkan darah. Entah sudah berapa makian yang ia layangkan kali. Alvin hanya melakukan tugasnya sebagai wakil ketua MPK. Mana tahu saat gadisnya telah pulang, Alvin akan mendapat pujian setinggi langit, usapan di kepala dan pelukan hangat yang lama. Ya, mana tahu. Oleh karena itu dia harus bekerja dengan benar.

Alvin menyeringai di tengah napasnya yang terengah-engah, membuat orang-orang di sekitaran kantin menahan napas karena terlalu takut dengan sosok brutal laki-laki itu usai Jessica tidak lagi berada di peredaran Bina Bangsa. Alvin seolah menjelma menjadi binatang buas yang siap memangsa siapa saja yang lancang menganggu matanya.

"Lho, lo ngerusakin barang-barang anak padus aja berani. Ngeganggu Rosa juga berani. Masa sama gue nggak berani?"

Rangkaian kata tersebut melesat bagaikan teror. Mendesak tiap-tiap sel lawan untuk memerintahkan tuannya agar segera kabur dari marabahaya. Dikta meremang hebat di buatnya. Sekujur tubuh yang sakit akibat hantaman penuh dendam Alvin dengan mutlak terlupakan. Tatapan mata laki-laki di hadapannya mirip persis seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya. Dia yakin sekali saat meninggalkan ruang paduan suara, tidak ada satu pun kamera pengawas yang mengintai setiap gerak-geriknya dan beberapa rekan lainnya. Dikta tidak mengerti, darimana Alvin tahu semua itu?

Alvin memejamkan mata. Ini mulai membosankan, pikirnya. "Lo ... sekarang lagi nguji kesabaran guekah, Dikta?"

Dikta sontak menggeleng ribut. Irisnya tidak lagi memperhatikan kawan-kawannya yang sudah jatuh tumbang di lantai usai nekat ingin melawan tatkala Alvin datang dengan membawa dosa-dosa mereka dan meminta agar mereka dengan ringan hati mau di hukum. Dikta masih waras. Dia tidak ingin jauh lebih babak belur dari ini. "Ampun, Vin. Gue salah. Gue nerima hukuman apa pun yang lo tawarin tadiㅡAAAARRGHHH!"

"Bacot."

Alvin memotong pelan dan ketus sebelum akhirnya menginjak paha lawan yang bersimpuh meminta belas kasih dengan sekuat tenaga. Tidak ada ekspresi. Tidak ada emosi. Tidak ada gurat apa pun di wajahnya. Iris elang itu menyorot kosong tanpa minat pada lawan yang berteriak kesakitan. Tidak peduli seberapa terperangahnya orang-orang di kantin, Alvin tetap tak ingin beranjak. Setidaknya sampai manik menjumpai Cheslie memandangnya penuh keterkejutan. Raut wajah pemuda tersebut langsung cerah, dia melambaikan tangan pada Ibunda Ratu Jessica itu dan mengangkat kakinya.

The Princess TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang