─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
BAGINYA menggantikan posisi seseorang yang hadir bagaikan obat penawar adalah kemustahilan yang diada-adakan. Orang-orang berkata mudah dan perkara sang tuan ingin atau tidaknya. Mereka mana mau dan sudi mengerti jalan hati yang tak pernah berhenti bergerak pada jalan kosong, sunyi, senyap bukan main disertai dingin dan tidak berujung. Bertemu orang baru memanglah mudah akan tetapi tidak semudah menerima mereka menjadi seseorang yang berarti persis sama selayaknya orang lama.
Tidak.
Jessica tidak mampu melakukannya.
Bagaimana dengan Haical bila ia dengan mudahnya berganti arah? Bagaimana dengan laki-laki manis yang selalu ada untuknya? Jessica tidak bisa berhenti begini. Tidak. Meskipun Alvin menyerahkan nyawanya. Jessica takkan menyerahkan dirinya semudah itu.
Lagi-lagi, tatkala benang dalam benaknya terlalu kusut untuk dirapikan dalam waktu singkat. Jessica kembali lari kemari. Tempat peristirahatan terakhir prianya. Berjongkok dan meletakkan sebuket bunga matahari baru usai menyingkirkan bunga serupa yang telah layu. Sembari mencabut rumput-rumput liar yang cepat sekali tumbuh, gadis berponi tersebut menyunggingkan senyum tipis.
“Cal, aku kangen. Kangen banget, banget, banget.”
Selalu. Ucapan kerinduan adalah bait pertama yang dilisankan begitu lirih. Jessica mengusap batu nisan itu dengan lembut. “Andai aku punya satu permintaan buat ngabulin apapun yang aku mau. Aku bakalan minta kamu balik, Haical. Kamu nggak pernah tergantikan sekalipun buatku, Cal. Nggak pernah.”
Semilir angin tertiup lembut mengitari tubuhnya seiring awan-awan putih terang di angkasa biru menutupi eksistensi. Tentunya, di pukul dua belas siang ini adalah waktu yang tepat bagi Jessica untuk membolos guna menghindari orang-orang yang membicarakan dan juga menyudutkannya perihal kegilaan Alvin akhir-akhir ini. Ck! Serius! Jessica tidak punya waktu luang untuk bermain-main dengan lelaki sinting tidak ada otak itu. Huft! Akan tetapi Alvin mana mau berhenti setelah mendeklarasikan diri sebagai orang yang jatuh cinta pada gadis barbar yang selama ini dia ganggu. Astaga! Bila diingat-ingat lagi sungguh menjengkelkan.
Kedua belah bibir itu mengerucut mungil sementara sepasang tangannya terlipat di atas lutut. “Caal, aku kesel. Kesel banget sama mereka yang dengan gampangnya nyuruh aku lupain kamu. Dikira semudah membalikkan telapak tangan kali, ah! Kan enggak bisa segampang itu dan … aku juga nggak mau. Nggak mau banget ninggalin kamu. Aku … aku nggak mau jadi orang jahat, Cal. Dengan lupain kamu bikin aku jadi orang jahat. Aku nggak mau jahatin orang yang udah baik sama aku, terutama kamu. Haicalku yang paling berharga.”
Sekon berikutnya Jessica tersenyum kecut, amat kecut. “Kamu terlalu berharga buat hidup lebih lama di dunia yang dipenuhi keparat bajingan ini, Cal. Aku lega kamu nggak perlu ngerasain kerasnya dunia berjalan tapi … ” Sebutir air matanya jatuh menyusuri pipi tembamnya. Ekspresinya remuk redam kala melanjutkan pahit, “tapi aku nggak sanggup rasanya hidup tanpa kamu. Berat, Cal. Ya Tuhan, berat banget.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Ficção AdolescenteBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...