*:・゚✧*:・゚
SETIAP yang bernyawa memang betul akan kembali kepada Sang Khaliq. Suka tidak suka, mau tidak mau, ingin tidaknya adalah Sang Pencipta yang mengatur kapan, di mana dan sedang apa. Jessica tidak punya pilihan selain menggenggam retakan hatinya lantaran cinta pertamanya di bawa pergi tanpa perpisahan yang layak. Jessica dipaksa untuk bangun keesokan harinya bersama perasaan kosong yang sukses menampar jiwa.
Jessica tidak pernah sembuh.
Lukanya masih basah, menganga lebar dan membusuk sempurna. Hanya menunggu waktu sampai dirinya lah yang dijemput. Bukankah begitu?
Pemulihan yang orang-orang bilang tentang kita yang mengikuti alur takdir sembari menghitung waktu yang berlalu justru bagi Jessica sebuah lelucon belaka. Omong kosong menjengkelkan namun berhasil menyayat hati lebih dalam.
Jessica tidak pernah pulih.
Bahkan terkadang gadis itu meragu, apa benar selama ia tersenyum semenjak ditinggalkan kekasihnya adalah senyuman tulus? Apa benar sebuah senyuman atau hanya sekedar mengangkat kedua sudut bibir sebagai bentuk formalitas? Entahlah! Jessica tidak pernah mampu dan pandai memahami dirinya sendiri. Sebab … sebab itu biasanya pekerjaan Haical.
Laki-laki itu selalu memahaminya lebih baik dibandingkan Jessica sendiri.
Bahkan saat Jessica tertawa terbahak-bahak atas lelucon Revin ketika mereka melakukan piknik usai ujian semester tiga tahun lalu. Satu-satunya orang yang menarik pundaknya untuk didekap adalah Haical seraya berbisik lirih namun menguatkan. “Hei, mentariku. Kalau butuh pelukan, aku ada. Datang padaku, ya?”
Ah, sial.
Nyatanya Jessica banyak melewatkan kesempatan yang semesta beri padanya. Ia terlalu naif untuk sadar. Ia terlalu bodoh untuk bersabar memahami keadaan.
Netra bulat itu menyorot lurus, kosong dan dingin sebelum memejamkan mata kembali sebab perih berdenyut tepat di area mata. Mungkin Jessica terlalu banyak menangis sampai-sampai bangun dengan keadaan kacau balau. Gadis berponi tersebut bangkit, mengusap wajahnya gusar dan mengikat rambutnya yang kemudian diakhiri senyum getir untuk kesekian kalinya.
“Kamu gemesin kalau rambutnya diiket, Sica,” komentar Haical saat mengikat kuda rambut panjang Jessica di cuaca panas nan gersang. Pemuda itu tersenyum lebar, “Tapi jangan sering-sering diikat, ya? Nanti banyak yang suka sama kamu terus aku kalah saing, deh. Abis itu Jessica pergi, yaah, sedih dong aku, huhu.”
Hari ini, di atas ranjang Haical, si gadis yang Tuhan ciptakan dengan bingkai wajah serupa boneka tersebut menggeleng dua kali. “Kamu nggak pernah tergantikan, Haical. Tidak pernah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Roman pour AdolescentsBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...