*:・゚✧*:・゚
MALAM apa pernah senyap meski batas waktu beraktifitas telah seharusnya berhenti tatkala mentari menyampaikan salam perpisahan, hilang di ufuk barat dan berjanji akan datang keesokan harinya?
Jessica rasa tidak. Meskipun jam telah berdentang-dentang menunjukkan eksistensi pukul malam. Orang-orang barangkali enggan untuk berhenti hanya karena masalah waktu. Selalu ada kegiatan dadakan yang wajib untuk dituntaskan sebelum mimpi membuai raga saat terlelap. Yeaah, contohnya ada pada dirinya sendiri malam ini. Ah, sial! Padahal Jessica berjanji akan pulang ke rumah Jenna setelah berziarah akan tetapiㅡah, sudahlah! Malas membahas yang sudah berlalu, toh, bukan hal yang patut dikenang dan dibanggakan.
Yang membuatnya lebih jengkel lagi malam ini adalah Alvin. Siluman kelinci yang muncul di arena tiba-tiba dan berakhir keduanya terlibat perkelahian. Gara-gara kemunculan pemuda itu jugalah motor Jessica harus rusak parah karena dijatuhkan cepat dalam kondisi mesin masih hidup dan berujung terjun dengan penuh estetika ke sisi jurang. Selamat! Selamat menganiaya diri sendiri, Jessica! Sial! Dia terpaksa berjalan kaki dari arena sampai menemukan taksi atau semacamnya.
Namun Alvin malah mengekorinya sedari tadi.
“Beb?”
Jessica berdecak sebal sembari merotasikan matanya jengah. Berusaha keras mengabaikan segala macam bentuk panggilan Alvin padanya sedari tadi. Bisa jadi aksi perkelahian otot tadi bukanlah akhir dari segalanya. Meski tenaga telah terkuras tak bersisa nyatanya Alvin masih sanggup dan punya cadangan energi untuk mengusik kehidupan Jessica malam ini. Sementara lebam biru keunguan menghiasi wajah masing-masing ditambah dengan punggung tangan yang total lecet berdarah sebagai hadiah cuma-cuma.
Pemuda tersebut terkekeh-kekeh geli di atas motornya yang melaju sangat lambat mengikuti ritme derap kaki Jessica. “Yang? Ayaaaang?”
Tidak juga mendapatkan reaksi apapun dari gadis berponi tersebut, Alvin menukikkan bibirnya sebal dan mulai bosan sepanjang jalan sebab menghabiskan waktu sekiranya lima belas menit hanya untuk di selimuti kebungkaman yang mencekik. Dia bahkan sampai mendengar angin menampar keras dedaunan pada ranting-ranting di atas tingginya pohon. Suaranya sangat-sangat sukses membuat Alvin mengantuk dan Jessica tetap sanggup berdiam diri begini? Wah! Sangat konsisten sekali, pikirnya.
“Jes, lo nggak capek apa?”
Jessica diam.
“Bayangin, lo selesai balapan bukannya untung tapi buntung. Motor lo rusak parah gitu,” tambah Alvin, geleng-geleng tak habis pikir mengingat banyaknya asap yang mengepul dari motor hitam Jessica. “Dan lo malah harus jalan kaki gini. Gue anterin, deh? Mau kagak? Ayo dong, Beb! Nggak gue apa-apain sumpah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Roman pour AdolescentsBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...