━═━═━═━┤➴├━═━═━═━
DUA tahun lalu lebih-kurang.
Pendaftaran calon siswa baru di Bina Bangsa telah dibuka secara online. Bagi PPDB yang ingin mendaftar sudah bisa melengkapi data dan mengunggah berkas-berkas yang tertera pada website. Seleksi awal masuknya saja cukup kapabel sekali mengurangi nyaris setengah para pendaftaran saking ketatnya. Jujur, Alvin masuk ke sana karena Susandra bilang akreditasi serta citra Bina Bangsa sudah tersohor di mana-mana. Sekolah swasta terbaik Indonesia. Bila Ibunda sudah bertitah demikian maka Alvin tentu akan melenceng dari jalur yang berbeda dengan teman-temannya yang memilih masuk SMK.
Tahapan-tahapan dilalui dan setiap detiknya Alvin tidak pernah merasaㅡyeaah, bersemangat. Pemuda kelinci tersebut mudah bosan. Dia tidak suka hal-hal yang monoton. Alvin suka setiap detik hidupnya berwarna, bergerak aktif dan terlalu sayang bila dilewatkan dengan tidur. Alvin ingin yang seperti itu tetapi melihat bagaimana semua calon peserta didik baru di sekitarnya saat tes tulis. Err! Alvin rasanya ingin kabur.
Dengan pikirian, Bina Bangsa bukanlah jalan takdirnya.
Tahu benar seketat apa tes masuk sekolah itu Alvin takkan berpikir namanya akan tertera di barisan nomor lima belas sebagai siswa yang lolos ketika pengumuman tes diunggah pada website sekolah. Susandra dan Enrico senang bukan main sampai-sampai sang ayah membelikannya ponsel baru sebagai hadiah. Bagi Alvin semuanya begitu … membosankan. Mungkin tiga tahun sekolahnya akan terbuang percuma dengan belajar, belajar dan belajar. Wow! Akankah ia mencetak rekor baru di keluarganya dengan bertobat tauran dan semua waktu latihan "otot" hanya omong kosong belaka?
Ck! Alvin tidak mengharapkan ini terjadi dalam hidupnya! Sungguh!
Yeah, setidaknya dugaan menjengkelkan itu mengusiknya selama berbulan-bulan sebelum hari pertama MOS di laksanakan. Alvin datang dengan seragam SMP-nya dan begitu pula orang-orang yang lolos seleksi tahap akhir. Mereka dibariskan di lapangan utama Bina Bangsa ketika matahari berdiri tegak. Beberapa peserta MOS banyak yang dilarikan ke UKS karena pingsan sebab tidak tahan panas. Namun kendati demikian pun para anggota OSIS enggan meminta mereka pindah ke lapangan indoor.
Alvin berdecak, “Lagi zaman senioritas gini, nih. Kayak kebodohan dikasih nyawa,” katanya pada Arzan.
Tetapi sang sepupu ogah menanggapi dan sedari awal mereka tiba celingak-celinguk kesana-kemari seolah mencari induknya. Dipukulnya kuat belakang kepala Arzan. “Nyebelin lo, bego!”
Arzan hanya mendecak, menukikkan bibirnya tajam sebelum mengedarkan pandangan kembali. Alvin mengerang tanpa suara. Di sini benar-benar membosankan, tidak ada hal yang menarik dan seluruh anak perempuan sibuk memasang 'wajah baru' hanya karena di sini lingkungan baru. Pemuda kelinci tersebut cukup peka mengenali lingkungannya dengan beberapa jam memperhatikan dan nyaris sebagian perempuan yang berbincang dengannya menggunakan nada suara yang dibuat-buat; pura-pura manis dan lembut sekaligus malu-malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Teen FictionBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...