─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
“TOLOL!”
“Bego!”
“Munafik!”
“Goblok!”
“Seㅡgue kehabisan kata-kata.” Daniel mengusap sekilas wajahnya, melirik Gerald dan Thomas dengan ekspresi kebingungan. “Kata apa yang cocok buat ngehina dia lagi?”
Helaan napas frutasi dari kedua belah bibir Alvin lolos setelah Daniel menyelesaikan kalimatnya. Wajahnya sama murungnya dengan langit yang dikeliling awan pekat, seolah menelan semua kesedihan manusia yang ada di muka bumi ini sehingga enggan membiarkan matahari memancarkan sedikitpun sinarnya. Pemuda serupa kelinci tersebut mengerang tertahan berkali-kali, mendecak, mendengus sebelum akhirnya menempelkan dahinya ke sisi meja. Tidak mau peduli dengan makian teman-temannya saat ini.
Semenjak kemarin sore Alvin merasakan jantungnya berdenyar sangat aneh. Betulan aneh sampai-sampai dia tidak mampu tidur nyenyak seperti hari-hari sebelumnya. Bahkan masih terjaga hingga pukul satu dini hari, memikirkan dengan serius, alasan apa gerangan yang membuat jantungnya berdegup kencang gila-gilaan seolah akan meledak sekaligus wajah memerahnya yang timbul saat bercengkerama dengan Jessica sepanjang sore kemarin? Kenapa?! Apa yang salah dengannya?!
Jadi berbekal kelesuan pagi ini, Alvin datang ke sekolah tanpa semangat dan langsung menyusul ketiga temannya di kantin lalu menginterupsi disusul pertanyaan, “Kalau gue deg-degan di samping Jessica, itu tandanya apa, ya?”
Alhasil Alvin dicaci-maki tanpa ampun.
Ck! Padahal dia cuma minta penjelasan, ampun, deh!
Thomas menelan perkedel jagung Bu Tuti, penjaga kantin yang telah bekerja belasan tahun di sana. Ditatapnya hina sang kawan saat berkata, "Gue udah bilang dari tahun jebot. Elo suka Jessica. Acara ngelak pake kata 'menarik'. Syukurin! Sungkahan dek ang menarik, tuh!”
Kan. Kalau Thomas sudah mengeluarkan kalimat saktinya, alias bahasa Minangkabau berarti pemuda itu sudah teramat jengkel.
“Kepintaran lo dalam mengakumulasi angka-angka di kelas serasa nggak ada harga dirinya kalau lo stres perkara hati doang,” timpal Daniel, mengunyah kacang dengan raut wajah nyeleneh. “Kalau suka apalagi, deketinlah!”
"Yaaa, menurut lo aja! Dia bakalan nerima apa kagak?!” balas Alvin kesal luar biasa.
Gerald manggut-manggut menyetujui Alvin, usai meletakkan ponselnya sehabis membalas pesan singkat sang kekasih. Ia tersenyum menghina pada si pemuda kelinci. “Salah lo sendiri pake cari pekara dua tahun kurang ini. Gue jadi Jessica, dari jaman MOS digangguin dedemit kayak lo bakalan alergi semisalnya lo tembak.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Novela JuvenilBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...