─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───PERTAMA kali dalam sejarah, mereka mencetak momentum baru yaitu Jessica menemukan ketenangan serta damai kala bersama Alvin. Namun anehnya sang puan tidak begitu suka akan suasana kelam nan mencekik ini, jauh berbeda dari apa yang Jessica bayangkan dulu. Singkat cerita Alvin melompat keluar begitu taksi berhenti tepat di depan pintu masuk rumah sakit Atesia. Jessica menyusul di belakang usai membayar, mengikuti setiap langkah kilat si tuan yang akhirnya berdiri kaku di depan ruang rawat inap.
Seolah dunia laki-laki tukang rusuh tersebut telah usai, telah luluh lantak tanpa sisa, telah hancur lebur tanpa belas kasih. Alvin berlinang air mata tanpa suara. Berusaha melangkah maju akan tetapi tergugu berkali-kali bersama napas tercekat tiap kali berkedip menyorot lurus pada seorang gadis yang berbaring pucat di atas ranjang, dibantu alat oksigen dan selang infus darah. Seorang wanita menangis tersedu-sedu di samping sang gadis pucat yang tengah terlelap.
Jessica dapat merasakan jantungnya berdetak begitu cemas, segaris pahit menusuk ulu hati. Melihat bagaimana cemas seakan-akan kehidupan ditarik dari raga pada Alvin, ia merasa dejavu. Itu dia beberapa tahun silam. Hanya mampu terdiam ketika semua orang mengeluarkan air mata, bersedih seolah akan mati esok. Yang berbeda hanya satu, saat tidak ada satupun yang mendekap sembari memberikan satu kata semangat pun. Jessica ada untuk memberikan satu pelukan paling hangat dan bersimpati pada Alvin setelah menutup pintu guna menghalangi pemandangan menyakitkan tersebut.
Usapan hangat dari jari-jemari lentik itu berhasil mengetuk lautan kesedihan jauh di dalan dada. Alvin balas memeluk Jessica seerat mungkin, menangis terisak-isak hingga buku-buku jari memutih mencengkeram ujung almamater sang gadis kelewat kuat. Lewat pilu tangisan sang pemuda dapat semesta rasakan hasil dari seleksi alam mereka. Laki-laki tanggung yang selalu menjadi manifestasi hujan paling menyejukkan kala bumi terbakar panas keserakahan manusia. Kini meredup. Sejuknya berganti dingin paling menyakitkan.
“J-jes … gue takut.”
Jessica mengangguk, mengerti sepenggal kalimat setelah belasan menit berurai air mata. “I know, just crying, Alvin.”
Dentang waktu terus maju tanpa perlu repot-repot menunggu siapa yang tertinggal. Jessica mengiringi langkah berat Alvin menuju ruang dokter sebab Susandra sudah tidak mampu lagi berjalan kemana-mana hanya untuk mendengar rentetan kata penuh luka. Menarik napas dan melempar pandangan pada Jessica yang mengirim satu senyuman manis.
“It's okay, gue tunggu di luar.”
Alvin mengangguk patah-patah, mengusap wajah dan meraih gagang pintu. Sebelum masuk si tuan memanggil lemah, “Jessica?”
“Iya?”
“Jangan kemana-mana.”
Terdengar seperti perintah alih-alih permintaan dan untuk kali ini Jessica menurut, tidak memberikan argumen apapun selain mengangguk setuju. “Nggak akan. Gue di sini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Novela JuvenilBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...