─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
BAGAIKAN sebilah belati yang ditancapkan tepat pada ulu hati. Jessica merasakan relung jiwanya luluh lantak berbalut perih. Namun seolah kalimat-kalimat itu belum cukup untuk membuat kepalanya berisik, Alvin lagi-lagi melontarkan rangkaian kata baru sebelum berlalu. “Urusan lo mau terima apa enggak, Jes. Gue nggak peduli karena alasan lo terlalu nonsense bagi gue. Gue bakalan tetap ngejar-ngejar lo meski lo benci. Gue bakalan bersikap lebih bajingan dan berengsek di mata lo supaya lo berhenti nganggep hati lo mati. Karena hati lo nggak pernah mati, Jessica. Nggak pernah. Hati lo cuma terjeda sekarang dan tugas gue buat cari tombol lanjut.”
Berkat kata demi kata nan sarkas itu Jessica berhasil dibuat goyah. Tonggak dalam raga serupa ranting yang rapuh dan hanya menunggu waktu untuk patah lalu jatuh. Banyak pertanyaan yang singgah dan ia tidak memiliki jawaban pasti sampai-sampai kepalanya berdenyut sakit. Mempertanyakan, apakah jalan yang ia pilih sudah benar? Apa yang ia lalui sekarang bukanlah sebuah bentuk perlarian semata? Jessica … mendadak meragukan jalan yang ia lalui selama ini.
Dan pemuda kurang ajar tersebut menolak guna memberikan Jessica waktu mencerna semuanya. Merealisasikan ucapannya untuk mendapatkan gadis berponi tersebut.
Seperti mendadak memberikan sekotak susu dan sandwich isi ayam ke kelas sang gadis sesaat sebelum bel masuk berdering. “Semangat belajarnya ya, cantik. Nggak usah memaksakan diri. Gue nggak butuh pasangan pinter. Lo aja udah cukup. Jiaakh!”
Atau barangkali ketika Jessica pratek kimia di laboratorium. Alvin menyembulkan kepala lewat jendela dan berteriak. “Bu! Jagain Jessica ya, Bu! Jangan sampe lecet apalagi melepuh tangannya, Bu. Ban mobil Ibu jadi taruhannya, lho,” serunya mengancam dengan tidak tahu malu sementara Jessica sudah malu ditempat di soraki teman-teman sekelasnya yang jelas dipandu Rosa.
“Matahari bersinar cerah.” Alvin berceletuk saat kelas Jessica sedang jam olahraga. Lagi-lagi mendapat atensi, pemuda itu menambahkan lugas. “Tapi, Pak Damar. Jessica lebih cerah dari matahari masa. Kayaknya dia cocok jadi masa depan saya? Ya, nggak, manis~?”
“Jessica, mau cokelat nggak? Ada yang putih, nih.”
“Jessica, kapan mau jadi cewek gue, hmm?”
“Jeeeeees! Kunci hati lo disembunyiin di mana sih?! Coba kasih hint supaya gue gampang nyarinya gitu. Jangan pelit, anjing!”
“Jessica! Jessica! Jessica!”
“JESSICAAAA!”
Astaga!
Demi Tuhan!
Jessica awalnya ingin mengabaikan segala macam bentuk tindakan senewen siluman kelinci tersebut. Akan tetapi kelakuannya justru makin menjadi-jadi tiap kali Jessica abaikan. Seolah-olah manusia yang satu itu tidak diciptakan dengan akal sehat dan urat malu. Ck! Argh! Jessica jengkel tapi tidak bisa berbuat apa-apaㅡwhat the heck, guys?! Alvin mana pernah mau mendengarkannya, sih?!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Troublemaker
Fiksi RemajaBagi Bina Bangsa, Jessica merupakan perwujudan nyata dari sebuah ketidakwarasan abadi sekaligus sinting dengan akal minim. Tidak mengherankan lagi menemukan gadis berponi berbingkai wajah serupa boneka tersebut melakukan hal "lucu" berbalut kengeria...