57. (X) : PARADOX

1.1K 70 7
                                    

EXTRA CHAPTER

PARADOX

"Are you okay?" tanya Alenta, ditepuk-tepuknya dengan pelan punggung Leah yang masih belum kunjung berhenti batuknya karena tersedak sports drink dari jenama yang mensponsori Ilios FC. Sejumlah kepala dari meja tetangga yang masih berada di area indoor kantin sampai dibuat menengok ke arah keduanya saking nyaringnya bunyi batuk Leah.

"I can't believe my eyes! They must be joking! Bisa-bisanya gue masuk ke daftar ini, Len?!" seru Leah begitu kembali mampu berbicara. Tampaknya kata "jera" tak pernah termuat dalam kamusnya, disesapnya lagi cairan berwarna kekuningan itu sambil tertawa terbahak-bahak sehingga ia sampai harus memegangi bagian perutnya yang terasa kram.

Alenta membenarkan posisi kacamatanya yang sedikit melorot, hendak membaca tajuk yang terpampang pada layar ponsel Leah: The Most Beautiful Footballer's WAGs. Tanpa ia sadari, sebelah alisnya kontan terangkat lantaran belum juga menemukan bagian mana yang lucu di mata Leah. "WAGs?"

Leah menggulirkan bola matanya, mengira Alenta sekadar bercanda. Namun, dugaannya keliru. Menyadari Alenta tak lekas tertawa bersamanya, ia menangkap pertanda bahwa gadis itu tidak main-main mengenai kebutaannya akan istilah tersebut. "Well, lo juga bagian dari WAGs. Wives and Girlfriends. Begitulah singkatnya mereka menjuluki kita."

"Oh, begitu rupanya. Kamu sih memang gak perlu diragukan lagi. Udah cantik, baik ... cetak seabrek prestasi pula. You're definitely a badass goddess," sanjung Alenta, mengamini judul artikel sebelumnya yang diunggah di laman milik sebuah tabloid yang cukup kredibel.

"Oh, come on! Ish, this bitch ... lo ngomong begitu seakan lo sendiri gak memiliki kualifikasi itu. Padahal menurut gue, lo teramat layak buat memuncaki daftar tersebut. Kalau aja Aiden gak umpetin lo dari jangkauan publik, kalau aja teror sialan itu gak pernah ada ...."

Alenta berhenti memilin-milin bagian ujung lengan kardigan anyarnya. Terbuat dari benang wol berwarna kinantan, kardigan itu dirajut sendiri oleh tangan mahir nenek Aiden dengan penuh cinta. Semata-mata demi menghangatkan tubuh Alenta ketika udara dingin menusuk, sebagai sebentuk rasa terima kasihnya atas kehangatan batin yang senantiasa sang cucu rasakan berkat sang kekasih. "It's okay, Yaya. Sepertinya memang itu yang terbaik buat kami."

"But, Len, what do you think about a bunch of fangirls who are thirsting over our boyfie? Like the ones who keep saying, 'Oh my God, he's mine!'. Let's be honest, sometimes I worry about that. How about you? Are you cool with that?"

"I'd say ... yup," sahut Alenta sembari mengedikkan bahu. "Gak masalah selama masih dalam batas wajar. Namanya juga penggemar, kodratnya memang mendukung dan mengagumi."

"Girl, they want to steal my man ... your man. Who knows?" tukas Leah, di saat yang sama antara percaya dan tidak percaya terhadap level kesantaian Alenta dalam menanggapi fakta yang ia suguhkan.

"No one can steal someone who wants to be with you."

Penuturan Alenta bak mantra yang mampu menghapus kekhawatiran tak berarti Leah dalam sekejap waktu. Leah mengangguk, mengisyaratkan bahwa tak ada barang sedikit pun niatan darinya untuk mengelak. Disimpulkannya bahwa kepercayaan adalah kunci utama. Adapun cambuk penyiksa yang memicu pikiran-pikiran buruk semacam itu tak lain dan tak bukan ialah ringkihnya fondasi kepercayaan. "You're dead right. Let's just trust our boys."

Alenta mengangkat buku yang sedari tadi dibacanya dengan saksama. Bahkan ketimbang menyantap bekal makan siang yang telah Aiden siapkan untuknya, ia lebih antusias menyelami isi buku setebal kurang lebih empat kali ketebalan ponselnya. Sengaja ia pamerkan bagian sampulnya agar Leah dapat dengan mudah merapal judul yang tertera. "Aku sendiri juga seorang penggemar, Yaya. Ini salah satu saksi bisu fanatismeku."

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang