23. SAN FRANCISCO

106 21 0
                                    

CHAPTER TWENTY-THREE

SAN FRANCISCO

•••••

I ain't a yo-yo¹, that's why I'm gonna say this:
Don't treat me like a yo-yo²

I ain't a toy
And if u love playing, just go grab a real toy

¹ yo-yo [slang] : a stupid person, especially one who's easily manipulated

² yo-yo [noun] : a toy consisting of a pair of joined discs with a deep groove between 'em in which string is attached and wound, which can be spun alternately downward and upward by its weight and momentum as the string unwinds and rewinds

•••••

Alenta pergi menuju kamar Milo. Ia datang bersama sebuah piring kecil berisi cake yang kemarin dibelikan bunda Alenta di toko kue langganannya. Ia mengiris cake itu kecil - kecil supaya Milo mudah memakannya.

Setelah Milo menghabiskan potongan terakhir, Alenta pergi ke kamarnya yang berada tepat di seberang kamar Milo untuk mengambil ponselnya yang tadi masih di-charge. Ia kembali lagi ke Milo yang kini sedang loncat - loncat di ranjangnya. Ia ingin menunjukkan sebuah lagu—karya terbaru dari salah seorang artis cilik kesukaan Milo—yang baru saja di-upload di youtube. Namun, entah mengapa ia malah tertarik pada notifikasi tweet terbaru @Ap0ll0 yang sebenarnya sudah diunggah sejak setengah jam lalu.

Alangkah terkejutnya Alenta kala melihat tweet tersebut. Ia tak habis pikir kalau Arsene tega memfitnah Aiden. Ia benar - benar khawatir, membuatnya langsung menghubungi Aiden, mengiriminya pesan. Namun, tak ada satu pun yang mendapat respon dari Aiden. Kemudian, Alenta beralih menghubungi Arsene. Untungnya, panggilan itu tersambung. Walaupun, bukan Arsene langsung yang mengangkatnya. Setelah panggilan singkat barusan, Alenta segera pergi ke rumah sakit tempat Arsene dibawa.

•••••

Alenta datang bertepatan dengan selesainya penanganan pada kaki kiri Arsene. Ia menemani Arsene yang sedang menunggu perawat mengambilkan sebuah elbow crutch untuknya. Setelah itu, Arsene diperbolehkan pulang. Namun, Arsene—yang keburu ingin menjelaskan segala sesuatunya pada Alenta—bukannya pulang, malah mengajak Alenta ke taman rumah sakit. Kini, mereka sudah duduk di salah satu bangku taman yang kosong.

"Saya tahu ini pasti ulah Aiden. Tolong maafkan dia, ya?"

Arsene terkekeh. "Iya, tidak apa - apa."

"Oh ya, kalian kok bisa ketemu, sih?"

"Kebetulan saya tadi juga sedang di training centre," ungkap Arsene.

"Loh, Anda ngapain di sana?"

"Mm, baiklah. Toh Aiden pasti sudah tahu, jadi saya akan jujur saja pada Anda." Arsene berhenti sejenak, membasahi bibirnya. "Ayah saya adalah pemilik Ilios. Jadi, saya ikut ke training centre karena sedang terlibat dalam perencanaan salah satu proyek klub selanjutnya."

Alenta menganga. "Kenapa Anda tidak bilang sedari awal?"

"Jujur, saya tidak nyaman saja dengan status tersebut. Saya yakin, bila saya bilang sedari awal, Anda pasti akan cenderung sungkan pada saya. Kita pun jadi susah akrab."

Alenta menggaruk leher belakangnya. "I—iya juga, sih."

"Lalu, terkait kasus video Aiden ... itu bukan saya. Sungguh! Lihatlah, beberapa menit sebelum video itu di-upload, twitter saya di-hack. Untungnya, saya sempat men-screenshot-nya." Arsene menyodorkan ponselnya. "Saat itu, saya benar - benar tidak bisa lagi log in untuk mengambil alih akun saya kembali. Sepertinya, yang kita hadapi adalah hacker yang cukup ulung."

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang