20. MELEE

90 19 3
                                    

CHAPTER TWENTY

MELEE

Baru melaju beberapa meter, Aiden melihat ada sekelompok orang di trotoar. Spesifiknya, total ada 6 orang, 4 adalah Apollo jika disimpulkan dari jersey Ilios yang mereka kenakan, 2 lainnya entahlah karena mereka mengenakan pakaian kasual biasa. Keenam orang itu terlihat sedang bersitegang. Karena melihat ada Apollo yang terlibat, Aiden berinisiatif untuk menengahi supaya tidak terjadi perselisihan lebih lanjut.

Aiden menghentikan Annabelle, memarkirnya di dekat empat motor lainnya. Menyadari hal tersebut, orang - orang itu langsung menoleh ke arah Aiden. Tentunya dengan ekspresi penuh keterkejutan.

"Permisi. Kalau boleh tahu, ada masalah apa? Kali saja saya bisa membantu."

Salah seorang dari kubu yang berpakaian kasual menjawab. "Mereka melakukan vandalisme. Lihat, tembok pembatas di sepanjang gang ini dipenuhi dengan coretan - coretan tak berguna dari tangan kotor mereka!"

Aiden memang sempat melihat salah dua dari Apollo di sana sedang memegang botol cat semprot. Ia seketika prihatin melihat ada Apollo yang berbuat hal tak terpuji semacam itu. Ia juga merasa aneh mendapat tatapan penuh kebencian dari keempat Apollo di sana. Tetapi, ia mencoba mengabaikannya karena terselesaikannya konflik di antara dua kubu ini jauhlah lebih utama baginya.

"Maaf, tapi, memang apa yang kalian lakukan salah." Aiden menghentikan ucapannya karena keempat Apollo itu malah tertawa mengejek. Ia benar - benar tak habis pikir. "Sejak awal, kalian terlihat sinis pada saya. Bisa jelaskan alasan mengapa kalian begitu? Biar saya tahu apa kesalahan saya."

"Wajar mereka begitu pada Anda. Mereka bukan Apollo. Kami berdualah yang Apollo. Mereka adalah oknum suporter Ranger yang sengaja berpakaian begitu supaya orang - orang mengira mereka adalah Apollo. Kami kemari karena kami sudah jengah ... karena ulah mereka ini, Apollo dicap warga sekitar sini sebagai suporter yang bar - bar. Kami, para Apollo, jadi dibenci karena stigma yang sengaja dibentuk oleh mereka. Tujuan kami kesini pun sebenarnya baik ... hanya ingin mengingatkan. Tetapi, seperti yang bisa Anda lihat sendiri, respon mereka sangat menjengkelkan. "

"Iya, bahkan tak jarang mereka beraksi di siang hari, saat gang ini ramai dan kios - kios di seberang jalan buka, supaya semakin banyak warga yang melihat," imbuh satu orang lainnya dari kubu yang berpakaian kasual atau alias kubu Apollo yang asli.

"Astaga. Memang benar kita-Ilios dan Ranger-punya rivalitas tinggi, tapi tidak bisakah ki—"

"Apa?! Sudah, berhenti mengoceh!" bentak seorang yang sepertinya merupakan pemimpin dari kubu Apollo gadungan itu dengan penuh lagak.

"Saya dan dua rekan Apollo di belakang saya sudah coba bicara baik - baik. Jadi, bisakah Anda me—"

Aiden tiba - tiba mendapat pukulan tepat di area rahang kanannya. Ia menatap wajah congak si pemimpin kubu bar - bar itu.

Dua orang yang memegang cat semprot melemparkan botolnya ke arah tubuh dua Apollo dengan sengaja, kemudian menerjang, mencoba menyerang. Aiden segera pasang badan, menghalangi kedua orang itu melukai Apollo di belakangnya.

Satu orang lainnya bergabung untuk membantu rekannya menumbangkan Aiden. Aiden tak menyerah, walau sebenarnya ia agak kewalahan menghadapi tiga orang sekaligus.

Dua Apollo di sana tak bisa tinggal diam dan tak terima melihat pemain dari klub kebanggaan mereka disakiti. Akhirnya, mereka pun turun tangan untuk meringankan beban Aiden. Mereka berdua berhasil mengalihkan atensi kedua si pembawa cat semprot dari Aiden. Salah satu si pembawa cat berhasil dibuat tersungkur. Pemimpin kubu bar - bar mengikuti instingnya untuk mengambil sebongkah batu yang berada tak jauh darinya. Lalu, ia mengendap - endap menuju salah satu Apollo yang tadi berhasil menumbangkan anak buahnya dan segera menghantam tengkorak bagian belakangnya saat ia lengah. Apollo itu langsung memegangi kepalanya yang berdarah. Perlahan ia mulai hilang kesadaran.

Melihat kondisi kawannya, Apollo terakhir yang tersisa langsung berlari kearah si pemimpin kubu bar - bar, menubruk tubuhnya, membawanya merasakan dinginnya permukaan trotoar saat itu. Ia menindih tubuh si pemimpin bar - bar itu sembari terus memukulinya hingga babak belur.

Dalam kondisi terdesak, si pemimpin bar - bar teringat ia membawa pisau lipat yang ia simpan di saku celananya. Tangannya langsung tergerak mengeluarkan pisau itu dan tanpa pikir panjang ia menusukkan pisau itu ke perut bagian samping kanan Apollo itu.

Aiden saat itu masih meladeni kedua antek si pemimpin bar - bar. Ia dibuat heran karena dua orang yang sedang ia lawan tiba - tiba berlari menuju motor mereka. Aiden menoleh ke belakang. Ternyata, si pemimpin bar - bar sudah lebih dulu siap di motornya bersama dengan satu anteknya dan barusan memberikan kode untuk kabur. Bersamaan dengan itu, Aiden shock berat kala menyadari kondisi kedua Apollo yang kini tergeletak lemah.

Aiden sudah tidak peduli tentang kepergian ketiga motor itu. Ia memilih segera menghubungi nomor rumah sakit terdekat yang kebetulan tersimpan dalam daftar kontaknya. Itu berkat neneknya, yang beberapa hari setelah tragedi yang menimpa Aro dulu, mewanti - wanti Aiden supaya menyimpannya untuk berjaga - jaga kalau sedang ada kondisi darurat.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara sirine yang khas yang semakin nyaring, pertanda ambulans sudah dekat. Juga, sebagai tanda bagi seseorang yang sedari tadi ikut menyaksikan di balik tempat persembunyiannya untuk segera pergi dari tempat itu.

•••••

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang