22. JUNK

90 19 0
                                    

CHAPTER TWENTY-TWO

JUNK

•••••

We used to be close ... and do you know what hurts the most?
The fact that people can go from people you know to people you don't.
-Selena Gomez-

•••••

Aiden masih berada di ruang kerja head coach. Sang head coach ingin mendengar seluk beluk kasus pemukulan malam itu dari sudut pandang Aiden.

"Sejujurnya, saya lebih percaya bahwa kamu tidak bersalah. Saya paham betul betapa baiknya attitude-mu ... di dalam maupun di luar lapangan. Yah, dijebak begitu ... kamu sedang apes saja. Tapi, masalahnya kita belum mempunyai bukti kuat untuk membersihkan namamu. Sedangkan, para Apollo sudah terlanjur menginginkan kamu supaya hengkang dan kalau keadaan terus seperti ini, kemungkinan besar dewan direksi akan mengambil keputusan untuk meminjamkanmu ke klub lain atau—yang terburuk—mereka mengabulkan keinginan para Apollo."

Aiden diam saja, pikirannya sedang benar – benar runyam.

"Hah, padahal sebenarnya kita punya saksi yang cukup kuat. Sayang sekali, seperti yang kamu bilang ... satu Apollo amnesia dan satu lainnya masih koma."

"Tapi, Coach, harapan saya memang tinggal kesaksian dari Apollo yang koma ketika dia sudah sadar kelak. Namun, saya lebih memilih tidak melibatkannya dalam kasus ini. Sudah cukup saya menyusahkannya seperti itu. Tak apa, saya siap menanggung segala konsekuensinya."

"Ah, jangan menyerah dulu. Mm, di area gang itu barangkali ada traffic camera. Lumayan, bukan? Nanti kita bisa tunjukkan videonya secara utuh. Saya ada kenalan di kepolisian. Sebentar, saya hubungi dia dulu, ya."

Coach Biaggi pergi ke salah satu sudut ruang. Hampir selama lima belas menit beliau habiskan untuk berbicara dengan rekannya itu.

Beliau kembali duduk di kursinya dengan raut sarat akan kekecewaan. "Kawan saya ini baru saja mengecekkan. Sayangnya, belum ada traffic camera yang terpasang di area gang itu. Walau begitu, bukankah di kiri jalan berjejeran kios – kios? Barangkali ada pemilik kios yang memasang CCTV di area depan kios mereka. Nanti, biar saya coba kirim beberapa orang ke sana."

"Terima kasih, Coach."

"Ah ya, coba jelaskan juga alasan kamu memukuli Arsene tadi."

"Itu karena dialah yang menyebarkan videonya melalui fan account miliknya."

Coach Biaggi nampak ragu. "Apa? Fan account? Kamu itu termasuk pemain bagus di sini, mana mungkin dia berbuat begitu pada klub milik ayahnya sendiri?"

"Ada hal lain yang mendasari, Coach. Intinya, itu semata – mata karena dia membenci saya."

"Seandainya benar, lantas bagaimana cara Arsene mendapatkan rekaman itu?"

"Beberapa menit sebelum insiden itu, saya bertemu Arsene di perempatan. Kami sempat berkendara bersampingan sampai kami berpisah karena Arsene harus berbelok. Tapi, bisa saja itu hanya pengalihan. Entah mengapa saya yakin bahwa setelah itu, sebenarnya dia berputar arah dan mengikuti saya dari belakang. Lalu, dia bersembunyi di suatu tempat dan diam - diam mulai merekam."

"Ya sudah, nanti sekalian saya coba bahas itu saat rapat dengan dewan direksi. Kamu pulanglah. Cepatlah beristirahat. Hindari membuka sosial media dulu supaya tidak memperparah tekanan yang kamu rasakan. Kamu ke sini naik motor seperti biasanya, bukan?"

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang