8. SHIT & FLIP-FLOP

228 32 2
                                    

CHAPTER EIGHT

SHIT AND FLIP-FLOP

Alenta sedang di stusik bersama Damen. Siang ini, jadwal klub musik sedang kosong. Karena itulah, stusik serasa milik berdua. Damen memetik senar gitarnya, matanya terpejam. Ia begitu menikmati alunan nada yang dihasilkan gitar kesayangannya.

Alenta ikut terbuai. Senyuman terus tersungging meski ia sedang melantunkan tembang lawas milik Sixpence None The Richer yang bertajuk Kiss Me.

Setelah sampai di ujung lagu, Alenta meneguk air dari botol yang selalu ia simpan dalam tas. Ia tipikal orang yang mudah merasa haus. Untuk itulah ia sengaja membawa dari rumah sebagai upaya berhemat uang jajan.

"Len, aku kangen kamu—maksudku, kita udah lama gak bisa sering - sering kaya gini sejak kamu akrab sama Aiden."

"Dam, mungkin itu perasaanmu aja."

Damen menggelengkan kepalanya cepat. "Buktinya, sekarang kamu lebih sering main sama anak klub bola."

"Dam ... ada alasannya." Alenta terlihat kelabakan merespon perkataan Damen. "Itu—karena ...."

Ketika ada Aiden, aku nyaman, aku senang, aku kenapa? batin Alenta.

"Uh, Dam, aku p—pamit, ya? Maaf, aku u—dah harus p—pergi ke basecamp," ucap Alenta tergagap - gagap. Sejujurnya, ia merasa bersalah kala memandang raut Damen. Damen memang tersenyum, namun tidak dengan matanya.

Damen mengemasi gitarnya. "Ya. Aku juga mau balik."

•••••

Saat Alenta datang, rupanya anak - anak klub bola sudah memulai sesi latihannya. Ia memasuki basecamp, memilih menunggu berakhirnya sesi latihan di dalam sana. Ia menemukan meja di depan sofa yang telah berhiaskan kertas - kertas dan buku - buku milik Aiden. Ya, milik Aiden. Mudah sekali tertebak dari judul salah satu buku yang judulnya mengandung kata kunci "olimpiade fisika".

Alenta terkekeh melihat perubahan Aiden yang satu itu. Ya, sebelum kenal baik pun, Alenta tahu bahwa Aiden—yang hadir di beberapa kelas yang sama dengannya—merupakan tipe murid yang tak memedulikan nilai. Bahkan, pernah suatu waktu—ketika ujian matematika—Bu Viona menginstruksikan agar hasil akhirnya dibulatkan menjadi dua angka di belakang koma. Namun, Aiden—yang malas mengerjakan—dengan saktinya dapat menemukan jawaban meski tanpa rumus sekalipun. Semua soal ia tuliskan angka nol sebagai jawabannya.

Setelah ditanya oleh Bu Viona di pertemuan berikutnya, Aiden berdalih bahwa karena Bu Viona meminta agar hasilnya dibulatkan, ia pun mencari angka yang berbentuk bulat, yakni nol. Ia protes mengapa dirinya mendapat nilai nol padahal ia merasa sudah menuruti petunjuk dari Bu Viona. Alenta masih ingat betul jawaban Bu Viona : "Nilai kamu juga saya bulatkan, Aiden. Keputusan saya sudah bulat."

Alenta meraih selembar dari kertas - kertas yang ada di sana. Melihat hitungan Aiden, ia takjub dan agaknya masih tak percaya bahwa cowok itulah yang mengerjakan soal - soal memusingkan itu. Ia kagum dengan keuletan Aiden. Ia tahu betul, cowok itu menggembleng dirinya siang dan malam. Kalau boleh dibilang, belajar merupakan hobi barunya. Aiden juga jadi senang membaca berbagai ensiklopedia atau buku - buku yang dipinjamkan Aro. Tasnya yang dulunya kosong, kini pastilah terisi setidaknya satu buku setiap harinya.

Aiden juga menorehkan keajaiban lainnya. Ia yang nyaris tak pernah menginjakkan kaki di perpustakaan, sejak terpilih menjadi salah satu kandidat untuk olimpiade sains jadi rajin pergi ke tempat sunyi senyap tersebut. Ia bahkan baru saja memenangkan salah satu kategori penghargaan bulanan yang dicanangkan oleh tim perpustakaan sekolah. Ia tercatat sebagai pengunjung dengan jumlah pinjaman terbanyak, yang mana diberikan apresiasi berupa dua buku keluaran terbaru yang dibeli menggunakan uang yang terkumpul dari denda atas keterlambatan pengembalian pinjaman murid - murid lain.

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang