4. BROTHER

300 35 16
                                    

CHAPTER FOUR

BROTHER

Tiga gadis sedang asyik merumpikan sesuatu di salah satu meja yang tersedia di kantin Cervera High.

"Alenta, Iyet, kesel banget tahu gak sih? Masa Finn gak peka – peka kalau aku pengen pergi ke taman hiburan?" keluh Paris.

Aiden—yang tiba – tiba bergabung—menimbrung, memotong perkataan Ivette. "Maklumin lah ...."

"Ih, sok akrab," kata Paris sembari memicing.

"Kenalin, dong ... gue ini sahabatnya Alenta."

"Apaan dih? Orang sahabat Alenta cuma aku sama Paris," balas Ivette tak terima.

Alenta berusaha menengahi ketiga orang lainnya.

"Eh, kebetulan kamu kan cowok nih, kasih tahu dong kenapa kiranya cowok itu suka gak peka. Kan kalau udah tahu alasannya, kali aja aku bisa nemuin solusi yang pas," ujar Paris yang agaknya mulai mau berdamai dengan Aiden.

"Jadi gini, sesuai kata buku biologi, otot polos kerjanya secara gak sadar, kan? Nah, cowok tuh kebanyakan otot polos. Jadi, cowok itu akut gak sadarnya, akut gak pekanya," papar Aiden.

"Ish, kesel. Kasih jawaban beneran, dong!" tuntut Paris.

"Kan cowok juga karakternya beda – beda, Par. Gue gak akan bisa jelasin dengan tepat juga kiranya apa alasan cowok lo gak peka. Tapi nih, gak ada salahnya loh buat ngomong secara gamblang. Daripada kasih kode terus – terusan, tapi gak ketangkap – tangkap."

"Aiden bener tuh. Terlebih, kamu tahu sendiri kan otak Finn lemotnya kaya apa?" imbuh Alenta.

"Oh ya, cowok lo tolong rayuin biar berminat masuk klub bola, dong. Sesama sahabat Alenta harus saling membantu, kan?"

"Ng? Y—ya, deh, iya. Nanti aku coba ngomong ke Finn."

"Trims, Par." Aiden nampak terharu. "Ivette kalau ada pacar boleh jugalah bantu—"

"Gak, gak ada pacar!" sergah Ivette dengan muka masamnya.

Aiden tak mau ribut dengan Ivette. Ia memilih bangkit dari duduknya, lalu menarik tangan Alenta, membawanya kabur. "Sahabat kalian gue culik bentar, ya?!" seru Aiden.

•••••

Aiden membawa Alenta menuju basecamp. Ia memamerkan beberapa papan baru yang kini menghiasi dinding. Ada papan jadwal piket, papan visi misi klub, serta papan untuk mencatat jadwal pertandingan ke depannya. Tak sebatas itu, beberapa foto kemenangan klub di masa lalu juga ikut terpampang.

Alenta tak sengaja menemukan sebuah foto berukuran kecil yang rasanya tak mempunyai relasi dengan klub. "Kenapa ada fotoku? Ini dapat darimana? Ini ... bukannya pas kemarin sore, ya?"

"Kamu kan ibu negaraku. Udah sepantasnya dong ada foto kamu di sini. Apalagi, kamu itu bagaikan malaikat penolong bagi klub ini. Ah, by the way, maaf. Kemarin aku ambil foto kamu diam – diam. Ah ...," Aiden mengambil sesuatu dari rak yang berfungsi sebagai pengganti loker. Ia memberikan atasan jersey bernomor punggung delapan miliknya. "Besok kamu pakai, ya?"

Pihak sekolah memang mempersilakan klub mengenakan pakaian dan atribut khasnya saat club expo. Kostum klub bola tentulah jersey kebanggaan mereka.

"Iya."

"Ehm, ehm."

Alenta dan Aiden refleks menoleh ke arah sumber suara dehaman tersebut.

"Ganggu aja lo, Kak," gerutu Aiden.

Alenta menautkan kedua alisnya. Ia masih coba mencerna kata "kak" yang baru saja meluncur keluar dari bibir Aiden.

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang