13. ILIOS

156 22 1
                                    

CHAPTER THIRTEEN

ILIOS

Alenta tersenyum bangga melihat unggahan Ilios FC—sebuah klub besar di Cervera—yang disertai dengan caption "WE'RE EXCITED TO ANNOUNCE OUR NEW SIGNING!". Well, tadi siang, Aiden baru saja menandatangani kontrak dengan Ilios FC, klub yang sudah lama tertarik dengan kemampuan Aiden. Tanpa pikir panjang, Aiden pun segera menyetujuinya karena kebetulan saat ini adalah momen yang tepat. Ya, ujian akhir sekolah telah usai sejak seminggu yang lalu. Aiden tidak perlu lagi terkendala dengan kegiatan – kegiatan di sekolah. Ia jadi bisa fokus pada rentetan agenda klub. Ia juga tidak perlu menyiapkan diri untuk ujian masuk universitas karena dua hal. Satu, dua bulan sebelum ujian akhir sekolah, Aiden sudah dipastikan diterima di jurusan teknik nuklir salah satu universitas ternama di Cervera. Dua, Aiden memutuskan tidak melanjutkan pendidikannya karena ingin memantapkan diri berkarier dalam dunia sepak bola.

Alenta tentu senang akan kabar tersebut. Walaupun, ia tahu betul ada konsekuensi, yakni setidaknya dalam satu bulan pertama ia akan jadi jarang bertemu Aiden karena cowok itu sibuk berlatih dan lain sebagainya. Belum lagi, karena masih terbilang baru dan junior dalam tim, Aiden harus bersusah payah dalam mendapatkan kesempatan untuk masuk daftar starting eleven.

Ponsel yang sedang Alenta genggam berdering. Ada satu pesan baru.

Aiden : Lagi ngapain?

Alenta : Lihatin foto kamu di instagram Ilios. Keren. Oh ya, besok kamu masuk sekolah?

Ah, Alenta memang tidak memberi ucapan selamat karena ia sudah melakukannya sejak jauh – jauh hari. Tepatnya, saat Aiden pertama kali dihubungi pihak klub dan langsung menceritakannya pada Alenta.

Aiden : Ahaha. Masih kok. Meskipun kita udah gak ada kegiatan intensif lagi, besok, aku sama salah satu perwakilan klub tetap masih harus ngurus semacam kelonggaran buat sering gak masuk.

Alenta : Oh, oke.

Aiden : Tapi maaf, besok, aku gak bisa antar jemput kamu soalnya aku berangkat bareng perwakilan klub. Terus, habis urusan di sekolah kelar, aku harus langsung ke training centre.

Alenta : Gak masalah kok.

•••••

Alenta duduk di gazebo yang tak jauh dari ruang kepala sekolah sembari memangku sebuah kotak bekal. Ia menggoyang-goyangkan kakinya yang menggantung sambil membaca buku tebal berisi materi untuk persiapan ujian masuk universitas. Ia mendongak setiap kali mendengar langkah kaki.

"Woi, Len!"

"Le."

Leo ikut duduk di samping Alenta. "Di sini ngapain?"

"Nungguin Aiden." Alenta mencopot earphone dari telinganya.

"Oh—eh, itu apaan? Bagi dong! Pas banget nih gue belum sarapan."

"Jangan elah. Buat Aiden. Semalam, aku udah cari – cari rekomendasi menu sehat buat atlet loh. Lihat nih, semua aku bikin sendiri. Kapan – kapan deh aku bikin lebihan biar kamu bisa nyicipin."

"Mm, Len, Ilios terkenal ketat loh perkara makanan pemain mereka. Bahkan, mereka punya semacam staf khusus yang isinya gak tahu juga sih ahli gizi atau apaan. Pokoknya, mereka yang ngatur menu, jadwal, dan lain sebagainya yang terkait makanan. Gue juga pernah baca artikel kalau pas Ilios lagi ada match di negara lain, staf khusus yang gue sebut tadi sampai harus koordinasi langsung sama koki hotel tempat para pemain Ilios menginap."

"Oh, gitu. Trims buat infonya, Le." Alenta menyodorkan kotak bekalnya. "Ini buat kamu deh."

Leo jadi menyesal memberitahu Alenta setelah melihat ekspresi sedih gadis itu. "Jangan! Lo tetap kasih ke Aiden, ya? Omongan gue barusan hoax doang kok," bohong Leo dengan sengaja.

"Ada apaan nih?" bisik seseorang yang tanpa Alenta dan Leo sadari beberapa detik lalu sudah ikut bergabung dengan mereka.

Aiden dongkol melihat kotak bekal itu. Ia mengira Alenta menyiapkannya khusus untuk Leo. Leo pun langsung paham apa isi pikiran Aiden hanya dengan menerjemahkan tatapan cowok itu. Ia pelan – pelan bergerak mundur sambil terbata – bata berkata, "Itu buat lo kok, Bro. Bye!" Kepergian Leo masih belum berhasil menghilangkan atmosfer yang tak nyaman di antara Aiden dan Alenta.

"Beneran?"

"Iya," jawab Alenta lirih.

"Terus, kenapa tadi kamu kaya mau ngasih itu ke Leo?"

Alenta mengetukkan jemarinya pada tutup kotak bekal. "Anu ... bukannya kamu gak boleh makan sembarangan?"

Aiden diam selama beberapa detik. Kemudian, ia mengambil kotak bekal itu dan melahap yang ada di dalamnya dengan kecepatan super.

Alenta memperingatkan, "Pelan – pelan makannya, jangan sampai tersedak."

Selesai makan, Aiden mengembalikan kotak itu. "Terima kasih. Enak ba—" Aiden mengintip ponselnya yang berdering.

"Dari perwakilan klub, ya? Udah buruan ke sana, gak enak sama mereka yang udah nungguin lama."

"Iya. Aku pergi, ya?" pamit Aiden.

Alenta mengepalkan tangannya, lalu mengangkatnya. "Iya, semangat!"

Aiden berlari menuju mobil klub yang tadi membawanya kemari. "Kenapa lama sekali ke toiletnya? Sudah saya bilang kalau kita harus sampai di training centre tepat waktu, bukan?" interogasi seorang pria paruh baya yang merupakan perwakilan klub.

"Maaf. Tadi, saya harus sedikit mengantri."

"Ya sudah, tak apa."

•••••

Sudah empat hari ini Alenta tidak bertemu Aiden.

Aiden menghabiskan sebagian besar waktunya di training centre Ilios. Bahkan, saat sesi latihan tim selesai, seakan tak mengenal lelah, dari pitch Aiden memilih langsung beranjak ke gimnasium. Terlampau fokus melatih fisik, ia sering kali jadi lupa waktu sampai beberapa kali anggota staf kepelatihan harus datang untuk mengingatkannya supaya berhenti. Terkadang, Aiden juga menghabiskan waktu luangnya untuk sesi sharing dengan pemain lain yang sudah lebih lama bermain untuk Ilios dan ya ... sekarang, Aiden berkesempatan untuk menghabiskan waktu dengan Alenta. Yah, walaupun Aiden hanya punya tiga jam saja.

Kini, Aiden sudah ada di depan pintu rumah Alenta. Ia menekan bel seraya tersenyum membayangkan ekspresi terkejut gadisnya.

Di tempat lain, pintu juga terbuka.

"Len?"

•••••

Pitch [ENG] : lapangan sepak bola

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang