15. HELMET

146 22 0
                                    

CHAPTER FIFTEEN

HELMET

Setelah pertandingan kontra Ranger, Aiden memiliki days off selama tiga hari. Itulah mengapa kini ia bisa berada di halaman rumah Alenta. Ia sedang menepati janji yang ia buat pada Milo sekitar dua minggu lalu, yakni mengajarinya boxing. Ia membawakan beberapa peralatan untuk berlatih seperti gloves, punch mitt, dan hand wrap. Ia pun membantu memasangkan hand wrap dan gloves pada tangan mungil Milo, kemudian menjelaskan secara sederhana mengenai salah satu pukulan dasar yakni jab. Ia juga memberikan contoh gerakan sebelum ia memakai punch mitt dan memosisikan tangannya sejajar kepala Milo. Aiden tak lupa memberikan kata – kata motivasi setiap kali Milo hendak memukul punch mitt. "Bagus, Milo, bagus. Mau coba pukulan lain?"

Perhatian Milo teralihkan. "Ada kupu – kupu!" Milo mulai memukul asal - asalan. "Kak, Milo menangkap kupu – kupu dulu, ya?" pinta Milo yang pandangannya terus tertuju ke arah salah satu pot bunga.

"Iya, boleh."

Alenta datang dari dapur, membawakan segelas lemonade yang terlihat begitu segar akibat efek yang timbulkan embun pada permukaan gelas. "Udahan latihannya?"

"Iya, tahu sendirilah ... anak kecil gampang bosan."

"Aw! Kak!"

Alenta dan Aiden segera menghampiri Milo. Bocah itu kelilipan. Alenta meminta Milo berhenti mengucek – ucek matanya agar ia bisa memberikan tiupan pelan.

"Terima kasih, Kak Lenta," ucap Milo yang merasakan perih di matanya perlahan mulai menghilang.

"Aduh!"

Alenta menengok ke pria di belakangnya yang sedang memegangi kedua matanya. "Kenapa pada kelilipan, nih?"

"Aku gak bisa lihat sekarang."

"Sabar elah, ini masih ditiupin, kan."

Aiden membuka matanya. Perbedaan antara ia dengan Milo adalah setelah kelilipan, mata Milo terlihat merah, sedangkan Aiden tidak. "Masih gak bisa lihat sekarang."

"Heh, jangan ngaco kamu! Jangan gitu ah bercandanya!"

"Eh, bener—"

Alenta memegang kepala Aiden dengan kedua tangannya. "Ish, Den, seriusan ...."

"Aku gak bisa lihat sekarang, tahu kenapa?"

Alenta menggelengkan kepalanya kuat – kuat. "Nggak, kamu bisa."

"Ngeyel banget kamu, ya!" Aiden ikut – ikutan memegang kepala Alenta, juga dengan kedua tangannya. "Aku gak bisa lihat 'sekarang' karena yang di depan mataku itu 'masa depan'."

Alenta terkekeh. "Ngeselin."

"Bentar." Aiden berlari ke arah motornya. Ia kembali, membawa sebuah paper bag. "Empat hari lagi pertandingan keduaku. Karena ini home match, aku mau kamu datang."

Alenta mengintip ke dalam paper bag yang rupanya berisi jersey dan sebuah tiket. "Pasti!" jawab Alenta dengan mantap. Pengalaman menonton pertamanya yang terbilang kurang mengesankan sama sekali tak membuatnya gentar dan kapok melakukannya untuk yang kedua kali ... dan seterusnya.

•••••

Alenta sudah duduk di area yang ia yakin merupakan area yang dulu pernah disebut Arsene. Memang, mayoritas yang duduk di area ini adalah pasangan, anak, kakak atau adik, sahabat, atau orang tua dari para pemain Ilios.

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang