6. EINSTEIN

244 31 2
                                    

CHAPTER SIX

EINSTEIN

Alenta menarik salah satu kursi di ruang baca perpustakaan. "Lagi baca apa nih?"

"Oh, udah datang. Ini ... cuma baca ulang bentar beberapa materi yang tadi dijelasin Pak Adam. Sini deh kamu ikutan baca."

Alenta mengintip, membaca sekilas kalimat dengan ukuran font terbesar yang tak lain tak bukan merupakan judul bab. Ia meringis saat keenam kata itu berhasil sampai di otaknya dengan selamat : Penerapan Teori Relativitas Einstein dalam Kehidupan. "Gak mau pusing sebelum waktunya, ah. Itu kan baru bakal dijelasin di kelas 12 nanti," ujar Alenta yang duduk berseberangan dengan Aiden.

"Tapi, sebenarnya materi ini penting banget loh buat kamu sekarang—no, maksudku buat kita."

Alenta mencondongkan tubuhnya ke depan, tanda bahwa ia tertarik pada topik yang hendak diangkat oleh Aiden. "Kok bisa? Jelasin dong jelasin."

"Mau yang mana dulu nih—pentingnya buat kamu apa pentingnya buat aku?"

"Yang buat kamu dulu deh," putus Alenta.

"Gini ... teori relativitas Einstein ini terbilang penting karena banyak diterapin ke berbagai macam hal, salah satunya ke GPS. Bahkan di GPS, teori relativitas umum dan khusus berkolaborasi. So, buat nentuin posisi kita—seenggaknya sih dibutuhin empat satelit. Satelit ini mentransmisikan sinyal yang bakal diterima sama GPS receiver—anggap aja yang ada di dalam ponsel kita.

"Masalahnya, satelit pakai jam atom, sedangkan ponsel kita nggak. Menurut teori relativitas umum, karena besar gravitasi di area satelit lebih kecil dari yang ada di permukaan bumi, maka jam atom berdetak lebih cepat sekitar 45 mikrodetik per harinya. Terus, menurut teori relativitas khusus, sesuatu yang bergerak cepat maka waktu akan berjalan lebih lambat baginya. Karena kecepatan orbit satelit lebih cepat daripada kecepatan rotasi bumi, maka jam atom akan berdetak lebih lambat dibanding dengan jam pada ponsel kita, tepatnya lebih lambat sekitar 7 mikrodetik per harinya.

"Nah, kalau hasil perbedaan waktu dari teori relativitas umum dan khusus dikombinasiin—ternyata jam atom lebih cepat sekitar 38 mikrodetik per hari. Nilai sekecil itu sanggup nunjukin koordinat lokasi yang menyesatkan loh. Dalam sehari pergeserannya mencapai sekitar 11 kilometer lagi ... yang mana didapat dari hasil kali perbedaan waktu dengan kecepatan cahaya. Makanya, koreksi matematis yang manfaatin teori relativitas Einstein ini sengaja diintegrasikan dalam chip ponsel kita."

"Oke ... tapi, apa kaitannya sama kamu, Den?"

"Ini penting buat aku pelajarin karena setelah aku paham tentang teori relativitas, aku bisa nerapin itu ke otakku yang ibaratin aja chip ponsel. Habisnya, tanpa adanya teori relativitas, tanpa keakuratan, hari demi hari yang ada aku malah bakal makin jauh dari tempat tujuanku. Padahal jelas ... mauku mah ya buruan dekat dan sampai ke tempat tujuan."

"Memangnya mau kemana, sih? Buru - buru amat," ujar Alenta sambil terkekeh. Aiden menekan pipi kanan Alenta dengan telunjuknya. "Ke sini. Harus buru - buru, habis banyak yang mau ke sini juga ... padahal kuotanya cukup buat satu orang doang."

Alenta jadi tertawa canggung. "Haha, hati - hati kalo ngomong ... nanti suka beneran loh."

"Beneran, nih. So, boleh booking tempat dulu, gak? Masih otw nih soalnya."

Astaga, sahabat macam apa ini, batin Alenta.

"Enak aja. Oh, terus pentingnya yang buat aku ... apa?"

"Ya ... teori relativitas penting buat GPS, GPS penting buat kamu ... biar gak nyasar."

"Aku? Nyasar?"

"Habisnya, kamu rawan nyasar ... ke Damen misalnya."

Alenta memutar bola matanya. Kemudian, ia menyadari kalau di atas meja tidak ada hal lain selain sekotak yoghurt rasa yuzu kepunyaannya dan buku cetak tebal yang kertasnya sudah mulai menguning karena faktor usia—kepunyaan Pak Adam yang dipinjamkan pada Aiden. "Loh, belum makan?"

"Belum."

Alenta berdiri, lalu berkata, "Ayo!"

"Kemana? Ke tempat yang namanya 'future' , ya? Ayo, ayo! Kebetulan ... aku juga mau ke sana. Senang deh ada barengan. Apalagi...," ucap Aiden sebelum merangkul gadis yang hari ini menguncir kuda rambut cokelat terangnya itu. "Well, honestly, I need 'U' to complete my F-T-R-E. Yeah, thanks babe for completing my future."

Pipi Alenta memanas. Ia menyodok perut Aiden dengan sikunya. "Apaan sih bab-beb-bab-beb...."

"Nggak ... yang GPS, yang barusan ... lupain aja."

"Yah, berarti gak beneran jadi suka ke aku, dong?" goda Alenta sambil mendongak untuk memandang lubang hidung Aiden.

"Gak juga," ucap Aiden lirih.

"Ha? Gimana, gimana? Gak kedengaran jelas tadi."

"Tau, ah. Tungguin aja, nanti pasti aku kabarin."

"Kabarin apa?"

Tentang perasaan aku, batin Aiden.

•••••

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang