38. DIET

122 18 10
                                    

CHAPTER THIRTY-EIGHT

DIET

•••••

Your self-made obstacles put my heart in the hospital.
-Madison Beer-

•••••

"Sake?"

"Trims. Saya gak minum," tolak Aiden.

Ever berakhir menuangkan sake ke ochoko miliknya sendiri.

Aiden mengamati tampak samping muka Ever selagi rekan kerjanya itu meneguk habis minumannya. "Ev ...."

"Ya?"

Aiden menamatkan wajah Ever sekali lagi. "Saya baru sadar kalau Anda mirip—"

"Ha?" Ever meminta Aiden mengulang perkataan lirihnya karena terkalahkan oleh suara bising yang ditimbulkan oleh kru dan staf lainnya yang turut hadir dalam acara wrap party yang baru bisa digelar pada malam ini di sebuah Japanese restaurant berbintang lima.

"Nevermind."

Entah mengapa waktu bergerak amat lambat bagi Aiden. Ia berkali - kali mengecek jam tangannya. Begitu seterusnya sampai pada akhirnya waktu menginjak pukul setengah sebelas. Sutradara menutup acaranya, mempersilakan pulang para hadirin.

"Ck."

Aiden—yang sudah dalam posisi berdiri—menyempatkan melirik Ever. "Kenapa? Mari keluar bersama."

"Ah, manajer saya tidak segera mengangkat panggilan dari saya. Saya menunggu di dalam sini dulu saja."

"Kenapa manajer Anda?"

"Saya terbiasa menghubungi manajer pribadi saya. Selanjutnya, ia menghubungi sopir dan mereka bersama - sama datang menjemput saya," terang Ever.

"Kenapa gak langsung hubungi sopirnya aja?"

"Saya tidak punya nomornya."

"Ini sudah malam sekali. Mau saya antar?" tawar Aiden. Kebetulan sekali, malam ini ia membawa mobil milik papanya yang sedang menganggur di garasi rumah.

"Eh, boleh? Nanti gimana kalau Alenta tahu?"

Aiden menaikkan sebelah alisnya. "Alenta? Anda kenal dia?"

"Iya. Kami bertemu di pertandingan final tempo hari. Dia manis banget."

Aiden hanya mengangguk.

"Jadi, gimana? Alenta gak apa - apa?" tanya Ever memastikan.

"Tentunya. Kami kan sudah putus. Terserah saya mau pergi dengan siapa."

Ever menepuk jidatnya. "Astaga, maafkan saya lupa. Iya, ya, kalian sudah putus."

"Bisa kita pergi sekarang?"

"Oh, ayo!"

•••••

Selama perjalanan menuju apartemen Ever, kesunyian menguasai sebelum tape Aiden nyalakan, mengambil alih dengan mulai memainkan lagu Coffin milik Jessie Reyez.

"Sayang sekali padahal."

"Apanya?" tanya Aiden yang masih terpaku pada jalanan.

"Hubungan Anda dan Alenta. Kenapa kalian putus?"

"Setelah final, kami bertengkar hebat. Dia malu akibat kesalahan bodoh yang saya buat malam itu. Terbawa kekalutan akibat kekalahan, saya—yang sebenarnya tidak mudah baper dengan ucapan semacam itu—tiba - tiba jadi merasa muak, kecewa, dan sakit hati. Saya juga lelah karena dipikir - pikir Alenta sering kali tidak memikirkan perasaan saya. Lalu, muncullah keputusan itu secara spontan," bohong Aiden.

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang