50. ENIGMA

2.3K 116 14
                                    

CHAPTER FIFTY

ENIGMA

•••••

He never knew what he had. That's why he'll never know what he lost.

•••••

Ratusan mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai fakultas menghambur keluar seusai ditutupnya seminar yang mengusung tema The Power of Communication. Hal itu menimbulkan hiruk pikuk di gedung serbaguna yang masih termasuk properti milik universitas tempat Alenta mengenyam pendidikannya kini. Seminar kali ini menarik minat banyak partisipan akibat masuknya seorang pakar yang merupakan alumnus Universitas Harvard ke dalam daftar nama - nama pemateri yang dihadirkan oleh panitia.

Alenta berjalan terhuyung seperti orang yang tengah mabuk karena harus berdesakan dengan orang - orang yang memadati area luar gedung. Ingar bingar tersebut disebabkan oleh adanya bazar yang diselenggarakan dalam rangka menyambut dies natalis universitas yang ke-88. Terlebih di sana banyak dijajakan makanan atau sekadar jajanan lezat nan higienis dengan harga miring berkat sejumlah subsidi yang digelontorkan pihak kampus kepada para pedagang yang berpartisipasi. Maka, sudah pastilah tempat ini menjelma menjadi surganya para mahasiswa.

Tiba - tiba Alenta merasa tak begitu bersenggolan, terutama dengan orang - orang yang datang dari arah belakangnya. Perbedaannya terasa cukup signifikan apabila dibanding saat beberapa detik sebelumnya.

"Mau ke mana, Nyonya?"

Alenta terkesiap. Ia menyentuh dadanya yang berdebar, lalu hendak menengok ke balik tubuhnya dan mengomel. Akan tetapi, kepala Alenta keburu ditahan oleh kedua telapak tangan orang yang berada tepat di belakangnya, ia dipaksa untuk tetap menatap ke depan.

"Ish, Leo apaan sih?" ucap Alenta yang merasa agak risih.

Leo tak menghiraukannya. Ia sengaja membiarkan sahabatnya itu tak mengetahui maksud tindakannya. Sejatinya ia hanya ingin menjadikan tubuhnya yang memiliki postur lebih tinggi dan lebar sebagai perisai agar Alenta dapat berjalan dengan lebih nyaman.

"Gerah nih, ada lemonade tuh. Mau?"

"Iya deh, haus juga nih. Eh, bentar deh, Le ... kamu barusan ikut seminar juga?"

"Iya, gue kepengin aja nambah ilmu buat kembangin personal brand, Len."

Alenta turut senang mendengar inisiatif baik Leo yang tampaknya mulai serius dalam mempersiapkan masa depan. Besar harapannya agar Leo sanggup konsisten dalam usahanya itu.

Setelah mengantre cukup lama, Leo berhasil mengamankan dua gelas lemonade dan membawanya menuju sebidang lahan yang difungsikan sebagai taman. Ia menyusul Alenta yang lebih dulu duduk bersandar pada batang salah satu pohon sycamore yang telah mengakar dengan kokoh, menjadi peneduh selama bertahun - tahun lamanya.

Leo lekas memindahtangankan segelas lemonade yang mengandung lebih sedikit es batu kepada Alenta. Berikutnya, ia memindai tampang kompanyonnya seraya melepas dahaga. "Woi, what's wrong?"

"Susah buat jawabnya, Le, ketika gak ada yang terasa benar atau baik - baik aja. Well, in a nutshell, my heart is broken and I can't stand it."

"Gue udah tahu kok, itu pun dari si Finn. Aiden mah sama sekali gak ngabarin perihal putusnya kalian."

"Saking gak pentingnya aku di mata dia, ya?" gumam Alenta yang kian bermuram durja.

"Jujur gue masih gak nyangka. Gue tahu benar sesayang apa dia sama lo, Len. Apalagi alasan kalian putus itu perkara orang ketiga ... seriusan itu kaya bukan Aiden banget dah."

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang