31. ICE BOY

122 21 2
                                    

CHAPTER THIRTY-ONE

ICE

Arsene, Leo, dan Finn nelangsa kala menatap seonggok daging yang semestinya sudah melakukan tur dengan rute kerongkongan - lambung - usus. Sialnya, tur yang terdengar menyenangkan tersebut terpaksa jadi berstatus batal akibat tragedi gosong. Bahkan, Finn nyaris menangis— sungguh! Seharusnya, ini adalah kesempatan perdananya mencicipi nikmatnya daging wagyu.

Well, Arsene berbaik hati merogoh kocek untuk daging yang sama sekali tak bisa dibilang murah tersebut. Leo menyediakan saus dan bumbu - bumbu pelengkap serta meminjamkan grill yang ada di halaman belakang rumahnya. Sedangkan Finn? Ia bersikeras agar ia saja yang memanggangkan karena setidaknya itulah kontribusi yang bisa ia berikan. Ia menitahkan kedua rekannya itu agar menunggu saja di trampolin yang jaraknya sekitar dua belas meter dari lokasi grill. Leo dan Arsene pun mengamininya.

Awalnya, semua berjalan mulus sampai ketika Finn tiba - tiba merasa mulas. Ia benar - benar butuh ke toilet. Sadar betul ia mempunyai kebiasaan menghabiskan waktu yang cukup lama untuk buang air besar, ia berteriak—berpesan pada Leo dan Arsene bahwa ia menitipkan urusan panggang - memanggang dan bahwa mereka harus mematikan api karena dalam sekitar lima menit lagi dagingnya matang. Namun, rupanya Arsene dan Leo tidak mendengar instruksi Finn ... efek saking fokusnya dalam memainkan salah satu game di ponsel mereka. Belum lagi, keduanya menyumpal telinga dengan AirPods serta mengatur volume bar ke batas maksimalnya.

Alarm alamiah muncul ketika aroma sangit menyapa indra penciuman Arsene dan Leo. Mereka kontan berlari dan bergegas memadamkan kobaran api yang menggila. Kemudian, mereka memanggil - manggil Finn, bersiap mengomel saat cowok itu kembali. Pada akhirnya, mereka malah merasa bersalah setelah mendengar penjelasan dari Finn. Yah ... begitulah tragedi gosong bila kuceritakan secara singkat.

"Untung, mama gue lagi gak di rumah. Gak bisa bayangin kalau nyokap gue dapet skill rap Eminem secara dadakan dan kita di-diss abis - abisan gara - gara keteledoran kita barusan."

"Wagyu ... beneran gak bisa dimakan apa?" Finn masih kesulitan menerima kenyataan pahit yang sepahit rasa daging gosong di hadapannya.

"Itu karsinogen semua. Kalau mau mati cepat, ya udah sih lo makan aja," balas Leo dengan sengit.

Finn memanyunkan bibir.

"Ah, lebih baik kita bereskan semua ini saja dulu. Setelah itu, baru kita cari makan di luar," saran Arsene.

Arsene mencegah Finn yang hendak meraih piring dan mangkuk kotor. "Biar saya saja yang mencucinya," tawar Arsene.

"Iya, biar gue sama Arsene aja yang beres - beres."

Didorong oleh rasa bersalah, Leo dan Arsene jadi memutuskan begitu.

Kini, tugas Leo dan Arsene hampir rampung. Mereka tinggal mencuci piring, mangkuk, pisau, kuas, dan beberapa benda lainnya. Bersamaan dengan itu, Finn mem-video call Aiden.

"Lihat noh, Den. Tadi itu ...." Finn mulai menceritakan kilas balik keapesan yang baru saja menimpanya sembari melepas celemek bermotif floral milik mama Leo.

"Ke Coughfee ... gimana? Mau? Ya ... bukan wagyu sih. Tahulah sasaran konsumen gue kaum muda, bukannya orang - orang kelas atas yang berduit," respons Aiden.

"Boleh tuh boleh!" sahut Leo yang kini ikut tertangkap lensa kamera ponsel Finn.

"Btw, muka lo kenapa?" tanya Finn.

"Udah ya, gue tutup dulu. See you soon, Bro!"

•••••

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang