10. EGO

187 26 9
                                    

CHAPTER TEN

EGO

Aiden telah merampungkan tanggung jawabnya sebagai perwakilan Cervera High dalam Olimpiade Sains Negara Bagian. Sesuai jadwal yang telah dirilis saat awal pendaftaran, maka seharusnya hari inilah saat dimana hasilnya diumumkan.

Ia menunggu dan terus menunggu. Sampai akhirnya pada jam istirahat, ia mendapat kabar dari Pak Adam bahwa ia menduduki peringkat dua pada bidang fisika yang mana itu berarti ia berhak lolos ke tingkat berikutnya, yakni tingkat nasional. Bahkan, di atas meja Pak Adam telah berdiri dengan kokoh piala berwarna keemasan milik Aiden.

Aiden ingin menangis. Rasanya, ia masih tak percaya akan apa yang telah ia raih.

•••••

Sepulang sekolah, Aiden memamerkan pialanya pada Alenta dan rekan – rekan yang ada di basecamp.

"Congrats, Bro!" ujar Leo.

"Keren, lo! Otak gue jadi insecure ngelihat piala ini," timpal Finn yang mengelus – elus piala Aiden.

"Ya, kamu sih otaknya isinya Paris, Paris, Paris, Paris, Paris," ucap Alenta sambil menyentuh beberapa titik kepala Finn dengan telunjuknya setiap kali menyebutkan nama Paris.

"Oh ya, Len, nanti kamu mau kan ikut ke rumahku?"

Alenta membelalakkan mata. "Eh?"

"Aku kan naik Annabelle, gak bisa bawa pulang pialanya sendirian. Kalau ada kamu, kan jadi ada yang bantu bawain. Nanti, aku antar balik ke rumahmu, kok."

"Sure. Tapi, aku malu, Den."

"There is no need to worry. It'll be ok."

•••••

Alenta turun dari Annabelle. Ia masih mendekap piala kesayangan Aiden. Ini kali pertamanya berkunjung ke rumah Aiden. Dari luar, rumahnya nampak sepi.

Aiden berusaha membuka pintu, namun gagal.

"Kenapa dikunci, ya? Gak biasanya," gumam Aiden.

Aiden berjalan menuju salah satu pot bunga yang berada di teras rumahnya karena di situlah tempat yang sudah disepakati keluarganya sebagai lokasi penyembunyian kunci rumah.

Aiden berhasil membuka pintu, mempersilakan Alenta masuk.

"Aiden sepi sekali, ya? Tidak ada orang?" tanya Alenta.

"Kalau jam segini, papaku memang belum pulang. Tapi, nenek selalu di rumah. Kak Aro juga biasanya udah sibuk di belakang meja belajar kamarnya."

Setelah mempersilakan Alenta duduk, Aiden coba menghubungi papanya.

"Halo."

"Halo."

"Pa, kok rumah sepi? Nenek di mana?"

"Kita lagi sama Aro," ucap Juan, memberikan jawaban yang tidak berkorelasi dengan pertanyaan Aiden.

"Pa, ngomong – ngomong, Aiden punya kabar bagus. Papa ingat olimpiade yang Aiden ikuti, kan? Aiden menang, Pa! Aiden dapat jua—"

"Stop, Aiden. Ini bukan saatnya. Sekarang ini, Aro—"

"Pa ... kenapa papa jadi kaya nenek? Kenapa semuanya terus – terusan peduli Aro aja? Kenapa Aro selalu jadi pusat dari segalanya? Aiden juga—"

"Aiden!" sentak Juan.

Aiden terkejut karena papanya nyaris tak pernah membentaknya.

"Kamu jangan egois."

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang