33. QUASAR

109 15 9
                                    

CHAPTER THIRTY-THREE

QUASAR

•••••

[1]
Raisin cookies that look like chocolate chip cookies are the main reason I have trust issues.

[2]
Trusting you is my decision. Proving me right is your choice.

•••••

Gak mungkin secepat itu juga, kan?

Alenta masih bergeming, seolah kehilangan kontrol terhadap tubuhnya. Ia ingin sekali berdiri. Sialnya, kakinya mati rasa. Ia yakin akan terjatuh kalau terus memaksakan diri.

Saat Alenta kebingungan setengah mati akan bagaimana cara meloloskan diri, kursi belajarnya—yang dilengkapi dengan roda pada kaki - kakinya—diputar oleh sosok misterius itu, membuatnya jadi berhadapan langsung dengan—

"Ngelamun?" tanya Aiden sembari menurunkan tudung hoodie hitamnya. Ia mendorong kursi belajar itu, membawanya supaya lebih dekat dengan tempat yang hendak ia duduki, yakni pojokan ranjang Alenta. "Kok gak tidur? Ini lagi ... mukamu pucat gitu."

"Anu, gak apa - apa kok. Kamu ngapain jam segini kemari? Siapa yang bukain pintu?"

Aiden melirik jam dinding, lalu menatap tajam pada Alenta.

"Woi, jawab elah," tuntut Alenta.

"Bentar. Setengah jam lagi, aku baru ngomong, oke?"

"Terserah deh terserah. Tapi, sana! Kamu duduk di bawah. Aku mau selonjoran di kasur," usir Alenta.

"Ya, Nyonya."

Tiga puluh menit berlalu.

Aiden mengesot menuju sisi kanan ranjang, tempat Alenta sedang asyik membaca buku autobiografi Nick Hornby yang berjudul Fever Pitch. "Len?" panggil Aiden sambil meraih tangan Alenta. Ia sama sekali tak mempermasalahkan telapak Alenta yang sangat berkeringat. Malah, ia menuntun telapak itu ke pipinya.

Alenta menutup buku pinjaman dari Arsene yang berkisah tentang kehidupan Hornby sebagai penggemar fanatik Arsenal FC tersebut. Kemudian, ia mengode Aiden supaya mulai berbicara.

"Oke, aku jawab dulu pertanyaan kamu yang sebelumnya. Sore tadi, aku janjian sama ayahmu ... mau nobar El Clásico. Jadi, udah dari jam dua-an aku di sini. Ayahmu yang bukain pintu. Match-nya selesai, aku langsung izin ke kamar kamu buat ngomongin sesuatu."

"Kan gak harus sekarang juga, Den."

"Justru sekarang waktu yang tepat." Aiden menunjukkan sebuah gambar dari ponselnya. "Di tahun 2017 lalu, tiga ilmuwan Amerika menangin Nobel Prize di bidang fisiologi atau kedokteran untuk hasil studi mereka terkait human's biological clock. Dalam biological clock, kita bisa ngelihat gambaran umum terkait kadar hormon, suhu tubuh, tekanan darah, dan lain sebagainya. Alasan aku nemuin kamu jam segini karena suhu tubuh terendah terjadi pada subuh, di seputaran jam setengah lima. Jadi, badan kamu sekarang lagi dingin - dinginnya, termasuk kepala kamu yang mana aku butuhin karena aku mau kita ngomong pakai kepala dingin."

Aiden juga menambahkan bahwa kemarin sore ia sudah sampai di rumah dan malamnya ingin segera menemui Alenta. Namun, ia mengurungkannya karena teringat di jam - jam itu tekanan darah dan suhu tubuh sedang tinggi - tingginya. Ia takut Alenta jadi sensitif alias mudah tersulut saat diajak bicara nantinya.

Alenta bertepuk tangan sembari geleng - geleng kepala. "Extraordinary banget sampai bela - belain ke sini jam segini. Oke, kamu mau ngomong apa?"

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang