11. ACNE

187 23 6
                                    

CHAPTER ELEVEN

ACNE

Tiga bulan setelah kematian Aro.

Aiden sudah mengikhlaskan takdir tersebut. Ia kuat, namun makin kuat dengan adanya orang – orang yang menguatkannya. Syukurlah, tak ada yang berubah dari Aiden. Ia masih sama menyebalkan seperti sebelumnya.

Hari ini merupakan hari pertama dari libur panjang sebelum dimulainya tahun ajaran baru. Walau begitu, Aiden tidaklah menyambut antusias hal tersebut. Dengan malas, ia beranjak dari kasur dan mengambil jersey yang berada di tumpukan teratas dari lemari. Lalu, ia mencuci mukanya agar matanya terasa segar. Ia sengaja tidak mandi karena agendanya setelah ini adalah sparring futsal antara klub bola dan klub musik.

Ia keluar dari kamarnya, hendak mampir sebentar ke ruang makan sebelum berangkat. Ia menatap ruangan di seberang, kamar Aro.

Pagi, Kak. Apa kabar di sana? batin Aiden sambil tersenyum mengingat rupa Aro.

Aiden bergegas ke lantai bawah. Sesampainya di sana, ia langsung mencopet piring papanya. "Pagi, Pa," sapa Aiden yang mulutnya masih dipenuhi nasi.

"Pagi. Itu ambil sendiri lah, Den. Masa punya papamu kamu makan," tegur nenek Aiden.

"Minta tiga sendok doang, Nek."

Sang nenek mengamati cucunya. "Ditinggal Alenta sebentar saja segitunya, Den. Ayo, semangat!"

Ya, alasan Aiden lesu sejak semalam karena Alenta ikut keluarganya berlibur selama seminggu—terhitung sejak hari ini. Padahal, ia sudah merencanakan banyak hal untuk menghabiskan waktu selama liburan ini. Namun sayang, semua itu harus mundur waktu teralisasinya.

"Siap, Nek. Ya udah, Aiden berangkat dulu ya, Pa, Nek?" pamit Aiden.

•••••

Pertandingannya baru saja selesai. Sekarang, anak – anak klub bola dan klub musik saling bersalaman sebagai bentuk sportivitas.

"... begitulah akhir dari pertandingan kali ini. Sangat - sangat epic, Bung. Tiga satu, keunggulan bagi kubu pencak silat yang dikapteni oleh Aiden. Gol pamungkas pada menit ke - 83 tadi...."

Aiden menoleh ke arah Leo yang terlihat begitu heboh di tepi lapangan. Karena saking berisiknya, Aiden pun jadi penasaran.

"Heh, lo ngapain?"

Namun, Leo tidak menggubris Aiden karena terlalu fokus mengoceh. "Ini dia man of the match kita! Dengan dua gol yang sangat fantastis. Aiden, bagaimana pendapat Anda mengenai pertandingan ka—"

"Apaan, sih? Risih gue," ucap Aiden sambil menepis ponsel Leo.

Tiba - tiba, terdengar suara cekikikan yang familier dan berhasil membuat Aiden mematung.

"Aiden jelek. Aiden buluk."

Aiden langsung mengelap mukanya dengan handuk sampai keringatnya benar - benar hilang. Barulah ia merebut ponsel Leo, lalu mengubahnya ke mode kamera depan.

Aiden menatap layar dengan senyum semringah. "Halo."

"Apaan sih kaya baru pertama ketemu aja."

"Sejak kapan video call-nya?"

"Barusan kok. Sejak satu setengah jam-an lalu, Leo spam mulu—nyuruh buat angkat video call dia. Tapi, baru aku ladenin barusan."

"Woi, Le! Lo ngapain nge-video call cewek gue?" teriak Aiden pada Leo yang sedang mengobrol dengan Finn di bangku yang ada di luar jaring pembatas lapangan.

KICK OFFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang