"Lo,"
Aku menatap tajam Icha. Telunjukku mengarah kepadanya yang menatapku dengan wajah bingung.
"...jadi milik gue!"
Icha bengong.
Aku mengerang.
"Kamu lihat mukaku tadi, kan?! Ya itu muka si nyebelin Nolan! Emang aku babu apa?!"
Aku mendengus kesal. Mengingat kejadian kemarin membuat kepalaku berapi-api. Sejak kejadian di rooftop itu aku berusaha mati-matian enggak ketemu Nolan. Bayangkan! Aku harus menuruti segala perintahnya. Bahkan dia nyuruh aku terjun dari atap gedung juga aku harus nurutin. Kalau enggak....dalam waktu lima menit, namaku sudah bisa lenyap dari daftar siswa.
NYEBELIN! NYEBELIN! NYEBELIN!
Mentang-mentang cucu yang punya sekolah, bisa seenaknya melakukan hal seperti itu. Anak manja! Sekolahnya bangkrut tahu rasa dia!
"Udah, udah, Nay. Sementara ini kamu ikutin dulu apa yang dia mau," kata Icha berusaha menghentikan kegilaanku.
Aku menarik rambutku satu per satu kalau lagi stress. Kebiasaan burukku sejak kecil. Makanya dulu waktu kecil, pernah sekali rambutku jadi sangat tipis, sampai kelihatan kulit rambutnya, waktu papa enggak pulang-pulang dari kerja di luar kota. Tapi sisi positifnya adalah aku jadi punya rambut mainan buat bonekaku yang rambutnya udah rontok. Heheheh... Emang aku aneh!
Kembali ke masalah inti, jelas aku enggak mau melakukan hal itu. Emangnya dia raja yang bisa seenaknya nyuruh-nyuruh.
"Enggak! Aku enggak mau!"
Icha menghela nafas.
"Trus kamu mau apa? Ngganti hpnya? Ngganti pake uang? Kayaknya kamu enggak mampu deh. Kamu aja kalo istirahat minta traktir aku terus," kata Icha.
Aku melemparkan boneka semangka kepadanya.
"Eh, jarang ya! Paling sebulan sekali kalau kepepet. Ya mamaku kan sering kelupaan ngasih uang bulanan," jawabku kesal.
Tapi omongan Icha ada benarnya juga sih. Aku enggak punya uang buat mengganti ponsel Nolan. Kelihatan dari jauh saja, udah pasti ponsel Nolan itu mahal. Mungkin aku harus jual mata atau ginjal dulu. Atau enggak jadi gelandangan, semua barang-barangku dijual.
"Atau kamu mau di keluarin dari sekolah?"
"ENGGAK!"
Aku enggak mau kalau harus sampai keluar dari sekolah, mengorbankan masa depan, hanya karena sebuah benda mati. Sekarang cari sekolah yang cocok dengan diri kita itu susah.
"Yaudah, Nayla sayang. Kamu enggak punya cara lain lagi, kan?" tanya Icha gemas.
Aku diam. Memutar otak, mencari ide lain yang setidaknya tidak segila permintaan Nolan. Sialnya otakku lagi kosong. Enggak ada ide yang muncul sama sekali.
"Lagian aku pikir itu enggak buruk-buruk banget kok, Nay," kata Icha.
Aku meliriknya. Iya enggak buruk-buruk banget. Tapi sangat buruk!
"Maksudnya?"
"Ya kapan lagi sih bisa deketin Nolan? Kamu harus tahu ya, banyak cewek yang rela ngelakuin apa aja supaya deket sama Nolan," jawab Icha.
Aku mengangkat alis. Justru aku dengan sangat rela menukar posisi ini dengan gadis lain. Tapi aku yakin melepas rantai dari Nolan itu enggak mudah.
"Apa sih yang bikin dia disukain anak-anak?! Ganteng? Kak..."
"Kak Radit juga ganteng. Lebih baik juga. Kamu mau ngomong itu, kan?" kata Icha memutuskan perkataanku.
Aku nyengir. Pintar juga Icha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Payment
Teen FictionKalau jadi upik abu besoknya jadi cinderella, aku sih enggak masalah. Tapi kalau jadi upik abu cucu pemilik sekolah yang dinginnya melebihi kutub utara...MANA TAHAN! Aku tanpa sengaja merusakkan ponsel milik cucu pemilik sekolah dan aku harus mem...