[18] Nayla

9.4K 801 10
                                    

Aku menceritakan kejadian kemarin malam kepada Icha waktu istirahat di kantin.

"Apa?! Nolan?! Nolan yang nyebelin itu?! Nolan yang populer itu?!" tanya Icha histeris.

Aku membekap mulutnya. "Diem, Cha! Nanti orang-orang mikir yang aneh-aneh," kataku kesal.

Icha menepis tanganku. "Ini langka, Nayla! Kamu kan tahu sendiri kalau Nolan itu kejam banget, dingin banget, cuek..."

"Cha, jangan lebay," potongku. "Nolan enggak segitunya juga kali."

Icha meringis. "Tapi fix, Nay, aku dukung kamu sama Nolan."

Aku mengangkat alis. "Hah?! Dukung apaan?!"

"Aku bakal dukung kalau kamu sama Nolan."

"Aku enggak ngerti kamu ngomong apa, Cha," kataku sambil menyendok sebuah bakso dan memakannya.

"Kamu suka Nolan, kan?"

Aku tersedak. "Enggak!" ketusku.

"Halah, boong. Tahu enggak sih waktu kamu tadi cerita, mukamu kayak orang yang lagi jatuh cinta," kata Icha.

Aku diam. Memang kentara sekali ya? Aku sebenarnya juga bingung suka atau enggak. Malam itu memang aku merasakan sesuatu yang aneh pada Nolan. Tapi aku enggak mau meyakini bahwa itu karena aku suka sama dia. Dia masih menyebalkan. Sangat menyebalkan. Tapi malam itu dia hangat dan lembut. Argh! Kenapa aku jadi pusing gini sih?!

"Nay, sebenarnya sebelum hari itu, aku pernah lihat Kak Radit sekali di mall," kata Icha tiba-tiba.

"Apa?"

"Aku lihat Kak Radit jalan sama banyak cewek. Aku pikir aku salah lihat. Tapi kalau aku amati baik-baik, itu memang Kak Radit. Makanya malam itu sebenarnya aku enggak mau kamu pergi. Tapi malam itu kamu kelihatannya seneng banget, aku bingung jadinya harus gimana," kata Icha pelan.

Aku diam.

"Dan sekarang aku merasa bersalah enggak ngasih tahu kamu. Aku jadi kayak sahabat enggak berguna, maaf ya, Nay,"

Aku tersenyum. "Ya ampun, Cha, enggak papa kok. Aku juga udah baik-baik aja. Kalau pun kamu malam itu ngasih tahu aku, aku juga pasti bakal tetep berangkat. Kamu tahu, kan, aku ini seegois apa," kataku.

Lihat aja Nolan yang sudah bilang supaya aku enggak pergi, tapi aku masih maksa buat pergi. Memang aku ini orang yang egois. Dan kadang aku juga menyesali hal itu.

"Tapi kalau aku enggak berangkat malam itu, aku jadi enggak tahu kalau ternyata Nolan punya sisi lembut dan hangat juga,"

Icha tersenyum jahil. "Itu artinya kamu suka, Nay."

"Enggak, Cha! Itu namanya aku kagum,"

"Okey, tapi sebentar lagi bakal ke tahap suka."

"Stop, Icha! Behenti menggodaku!" kataku kesal.

Icha tertawa. Dasar Icha!

"Nayla," seseorang baru saja memanggil namaku.

Aku menoleh. Mataku membelalakkan mata saat melihat Kak Radit datang menghampiriku. Dia tersenyum manis bak seorang pangeran baik hati. Halah! Muka dua! Aku enggak mau ketipu lagi sama dia!

"Apa?!" tanyaku kasar.

"Bisa ngomong bentar?" tanya Kak Radit.

Aku meliriknya. Rasanya aku ingin mencabik-cabik wajahnya dan membuka wajah playboy-nya malam itu. Lagian ngapain sih dia ngajak ngomong lagi? Udah males!

"Ngomongin apa?" tanyaku malas.

"Soal kemarin itu," kata Kak Radit sok bersalah. HIH!

"Ngomongin di sini saja."

Broken PaymentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang