[39] Nayla

8.6K 707 7
                                    

Hari ini hari Jumat. Dan untuk pertama kalinya selama aku sekolah di SMA, aku memutuskan untuk bolos hari ini. Bukannya aku malas, hm...oke mungkin ada juga alasan itu, tapi sebenarnya bukan itu yang utama. 

Kemarin, akhirnya aku berbicara dengan mama. Karena aku rasa mama sudah mulai membaik, beliau sudah bisa memasak, setelah beberapa malam ini aku hanya makan telor ceplok , orak arik, atau nugget. Tentu saja mama kaget waktu aku bilang kalau aku kerja. Aku pikir mama bakal marah, tapi ternyata mama malah merasa bersalah. Beliau pikir keadaan yang jadi kacau seperti ini yang menyebabkan aku terpaksa kerja. Emang benar sih, tapi aku enggak mengatakan itu ke mama. Aku bilang kalau aku memang mau cari pengalaman dan setelah setengah jam aku meyakinkan mama, mama memperbolehkanku. Setelah membicarakan itu, aku pikir permasalahan sudah selesai. Tapi aku salah. Setidaknya permasalahanku yang sudah selesai. Tapi permasalahan mama yang belum selesai. 

Mama adalah tipe orang yang pemikir. Apa yang terjadi, pasti dipikirkan sampai jadi stress. Kayak perceraian yang baru aja terjadi ini. Mama benar-benar ingin melupakan papa, tapi mama enggak bisa kalau barang-barang atau sesuatu apa pun yang berkaitan dengan papa masih ada di rumah. Dan mama mengatakan itu padaku jam 10 malam. Enggak mungkin aku membantu mama membereskan segala sesuatu tentang papa dalam satu malam. Jadi aku memutuskan hari ini enggak masuk aja. Apalagi hari ini mama juga mau mengajukan surat pengunduran diri di kantornya. Ingin buka butik saja katanya. Teman mama ada yang pernah menawarkan, dan mama sepertinya akan menerima tawaran itu. Aku sih enggak masalah. 

Dan alasan kedua, aku  enggak mood ketemu Nolan. Mungkin ini alasan paling enggak masuk akal dan kekanak-kanakan, tapi aku benar-benar kesal padanya. Kejadian sore itu benar-benar enggak bisa terlupakan. Aku sampai membuat seragam pelayan Zidan basah gara-gara aku nangis waktu dia menjemputku. Dan sekarang aku merasa bodoh mengingat hari itu. Ngapain juga aku nangis? Aku bukan siapa-siapanya. Dia berhak melakukan apa pun yang dia suka. Memilih cewek yang dia suka. Itu enggak ada hubungannya denganku. 

Lupakan soal Nolan, aku enggak ingin mengingat cowok itu sekarang. 

Pagi ini setelah mama pergi ke kantor, aku langsung menelepon Zidan. Aku jadi teringat sesuatu. AKu sudah izin ke mama mungkin akan minta bantuan teman di tempat kerja dan mama mengiyakan. Kebetulan Zidan anak tirinya papa, aku bisa menitipkan barang-barang papa yang masih ada di sini padanya. 

"Apa?! Mau nangis lagi? Waktu gue sia-sia kalau cuma dengerin lo nangis." 

Aku meringis. 

"Jahat banget sih! Enggak, mau minta bantuan aja." 

"Yaelah giliran minta bantuan aja telepon, kalau enggak, enggak ditelepon." 

"Yaiyala! Ngapain aku telepon kamu kalau enggak ada urusan. Kamu ada jam kuliah hari ini?"

Zidan terdiam sebentar di sana. Aku mengerutkan kening. Ngapain sih dia? 

"Enggak." 

"Bantuin beresin barang-barang papa dong. Mau aku titipin ke kamu." 

"HAH?!" 

Aku menghela nafas. Aku menceritakan permasalahannya secara singkat. Zidan ber-oh panjang. 

"Kalau gue gak mau gimana?" 

"Harus mau! Sini cepetan! Kalau enggak aku cerewet lagi kalau nanti kerja." 

"SIAP, TUAN PUTRI RAJA YANG CANTIK!" 

Sambungan langsung terputus. Aku terkekeh. Sebenarnya kemarin Zidan juga jadi pelampiasan omelanku. Sampai dia dimarahin gara-gara menumpahkan sepiring nasi goreng saat aku juga mengomelinya. Tapi yang aku suka dari Zidan, dia sama sekali enggak marah sama aku. Aku tahu dia kesal, itu kelihatan jelas dari wajahnya, tapi dia diam saja. Dia bahkan sempat menghiburku. Aku enggak enak hati jadinya. Coba Nolan kayak gitu....

Broken PaymentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang