Maaf ya updatenya lama 🙏🙏
Selamat membaca :)Gue sama sekali enggak mengerti harus berbuat apa. Ini sudah satu minggu sejak kejadian Nayla menjadi korban bully. Dan selama satu minggu ini juga gue selalu melihat Nayla digoda teman-temannya. Setiap kali gue lihat, gue hanya memandangi kejadiannya dari jauh. Setelah itu gue pergi enggak ingin melihat kelanjutan pertengkaran itu. Tapi setiap kali gue ketemu sama Nayla, cewek itu selalu berlagak baik-baik saja. Misalnya tentang lecet di sikunya. Gue tahu itu gara-gara Thalia mendorongnya dengan keras sampai Nayla jatuh di aspal yang dia bertumpuan pada sikunya. Waktu gue tanya, dia bilang dia jatuh tersandung sampai sikunya lecet. Gue enggak ngerti kenapa dia harus berbohong kayak itu ke gue. Emang gue peduli? Gue tanya juga cuma iseng aja.
"Bro, cewek yang namanya Nayla itu, lo apa enggak kasihan?" tanya Alan.
Gue meliriknya. "Kasihan napa?"
"Yaelaaah! Lo itu emang manusia enggak berperasaan ya. Sia-sia wajah ganteng lo itu," keluh Alan.
Gue cuma diam. Sebenarnya kalau dibilang kasihan, akhir-akhir ini gue juga mulai merasa kasihan. Ngenes banget wajahnya kalau setiap sore ketemu gue. Selalu ketiduran di sofa kesayangan gue. Akhirnya gue dengan rela mengakhiri les piano gue lebih awal gara-gara Mr. San selalu bilang 'kasihan gadismu itu. Kamu antar pulang saja sekarang.' Dan pada akhirnya dia tetap pulang sendirian.
Sejujurnya alasan gue enggak pernah mau mengantarnya dia pulang atau membantunya karena gue enggak mau masuk ke dalam urusan para cewek. Mereka terlalu memusingkan untuk dimengerti. Bilangnya 'iya' tapi sebenarnya 'enggak'. Bilangnya 'enggak apa-apa' tapi kalau dibilang 'yaudah' ngambek. Sebenarnya maunya apa sih? Emang gue dukun apa?
BRAK!
Seseorang tiba-tiba saja datang dan menggebrak pintu kelas. Gue menoleh. Seorang gadis yang familier di mata gue berdiri di ambang pintu dengan nafas tersenggal-senggal. Gue memicingkan mata. Kalau gue enggak salah...gadis ini sahabatnya Nayla. Siapa ya namanya? Ira? Ina? I... pokoknya gue inget depannya I.
"Nolan! Di mana Nolan?!"
Semua mata langsung tertuju pada gue. Begitu juga dengan gadis yang baru saja datang itu. Dia menatap gue nanar. Dia berjalan dengan langkah penuh amarah menuju meja gue.
"Gue mau ngomong empat mata sama lo!"
Gue terdiam sejenak. Kemudian gue berdiri dan mendahuluinya keluar. Gue menuju balkon, tempat di mana enggak ada orang sama sekali.
"Kenapa?" tanya gue malas.
Cewek itu menatap gue semakin tajam. Apaan sih dia? Kayak gue tersangka yang mau kabur aja.
"Gue minta lo hentikan semua ini!"
Gue menatapnya heran.
"Hah?"
"Gue minta lo enggak usah lagi deket-deket Nayla!"
Gue semakin mengerutkan kening.
"Lo ngomong apa sih? Gue enggak ngerti."
Cewek itu menghela nafas panjang. Tatapannya melunak. Dia memasang tampang putus asanya.
"Emang berapa sih harga ponsel lo itu? Gue bisa ganti ponsel lo yang rusak itu dua kali lipat, tiga kali lipat atau terserah lo mau berapa. Tapi plis... Jangan buat Nayla tersiksa," katanya melas.
Gue memandang cewek itu sejenak. Seriusan ya, gue bener-bener enggak paham cewek di hadapan gue ini ngomong apa. Tiba-tiba dia datang dan langsung menyerbu gue dengan kalimat-kalimat yang membuat gue bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Payment
Teen FictionKalau jadi upik abu besoknya jadi cinderella, aku sih enggak masalah. Tapi kalau jadi upik abu cucu pemilik sekolah yang dinginnya melebihi kutub utara...MANA TAHAN! Aku tanpa sengaja merusakkan ponsel milik cucu pemilik sekolah dan aku harus mem...