[36] Alan

7.2K 723 10
                                    

Akhir-akhir ini gue melihat Nolan enggak punya semangat. Semenjak gue tahu dia bertengkar dengan Nayla, dia jadi lebih keras dan gampang marah. Apalagi hari ini, gue menemukan dia sedang duduk di bangku dengan wajah kesal super abis. Gue tahu Nolan memang enggak punya pengalaman apa pun tentang cewek. Karena itu gue enggak heran kalau dia jadi galau kayak gini.

"Lo itu kenapa lagi sih, Bro?!"

Nolan melirik gue.

"Apa?"

Gue menghela nafas. "Lo itu kalau ada masalah sama Nayla jangan malah kabur. Selesaiin baik, baik. Emang susah?"

Nolan mendengus kesal. "Lo enggak tahu permasalahaannya itu gimana!"

"Apa? Soal cowok lain yang ngicer Nayla? Ya lo berarti harus bilang ke Nayla sebelum ada cowok lain yang ngerebut dia."

Nolan berdecak. "Ini bukan cuma soal itu aja."

Gue berkerut. Bukan cuma soal itu aja? Jadi mereka punya permasalahan lain lagi?

Gue menggelengkan kepala. Gue enggak mengerti sama mereka berdua. Gue enggak ngerti ini memang masalahnya yang rumit atau Nolan yang membuatnya jadi semakin rumit. Gue tahu Nolan tipe cowok pemikir. Apa-apa yang dia khawatirkan selalu dipikirkan, tapi dipendam dalam-dalam.

Tanpa sengaja, pandangan gue berhenti ketika menangkap sesosok cewek yang baru aja masuk gerbang. Gue kembali mengerutkan kening.

"Lo enggak ketemu Nayla tadi?"

"Enggak! Dia enggak nungguin gue."

"Hah? Lah itu anaknya baru datang."

Sontak Nolan langsung berdiri dan menatap ke luar jendela. Gue memperhatikan cewek itu, sepertinya ada yang berbeda. Meskipun gue enggak kenal dekat, tapi gue tahu Nayla itu sosok yang kayak apa. Selalu ceria dan tenang, dua hal itu yang jadi ciri khasnya. Gini-gini gue hampir tahu ciri khas setiap cewek di angkatan gue. Pagi ini, dia sama sekali kelihatan enggak ceria. Jalannya diseret. Dari jendela kelas aja gue bisa melihat penampilannya yang berantakan.

"Dia kenapa?"

Sejenak, gue dan Nolan hanya diam memandangi Nayla yang gue rasa ada yang enggak beres dengannya hari ini. Dan akhirnya pertanyaan gue terjawab. Tiba-tiba Nayla jatuh dan dalam beberapa detik tubuhnya terkapar lemas di lapangan upacara.

Gue mendelik.

"No..."

BRAK!

Belum sempat gue bertanya, Nolan udah lebih dulu pergi sampai kursinya terjungkal ke belakang. Gue bengong. Gue segera melemparkan tas gue ke bangku dan langsung menyusul Nolan.

Ketika gue sampai di bawah, gue sudah melihat Nolan menggendong Nayla. Nolan langsung membawanya pergi, menuju arah UKS.

"Nayla!"

Gue menoleh. Seorang cewek yang gue tahu sebagai sahabat Nayla itu baru aja muncul dengan wajah panik. Dia berlari berniat mengejar Nolan. Tapi sebelum dia semakin jauh, gue menarik tangannya.

"Icha, kan?"

"Apaa?! Gue enggak ada waktu dengerin gombalan lo! Temen gue baru aja pingsan!"

Gue mendelik. Walah, ternyata sahabatnya kejam juga.

"Eh, bukan gitu, maksud gue, lo jangan ke sana dulu."

Icha memandang gue tajam.

"Biarin dia sama Nolan dulu aja."

Wajah kejamnya mulai luntur. Gue menghela nafas.

"Gue juga mau ngomong sesuatu. Dan lo harus percaya ini bukan soal gue mau gombalin lo, tapi ini tentang Nolan dan Nayla."

***

Lima menit lagi sebenarnya bel masuk akan berbunyi. Tapi masa bodoh. Biasanya juga guru datang baru seperempat jam dari bel berbunyi.

"Lo tahu enggak sih Nolan sama Nayla itu ada apa?"

Icha bergumam. Gue menatapnya datar.

"Lo ngomong apa sih? Kalo iya ya bilang 'iya' kalau enggak ya 'enggak'. Jangan cuma hmm aja."

Icha menatap gue heran."Gue baru tahu cowok playboy kayak lo ternyata punya sisi tegas juga."

Gue menggeram. Gue ini lagi serius, Masya Allah! Kalau gue enggak inget dihadapan gue ini adalah perempuan, sudah gue umpat dari tadi. Butuh tenaga ekstra buat menyeret cewek cerewet ini ke sini, dan setelah itu dia masih membahas soal gue yang playboy ini?!

"Iya, gue tahu. Kenapa?"

Gue mendelik. Icha tahu?! Gue pikir Nayla juga enggak mau cerita ke sahabatnya sendiri.

"Mereka kenapa?!"

Icha menatap gue. "Gue enggak bisa ngasih tahu, ini rahasia Nayla."

"Tapi kan gue sahabatnya Nolan!"

"Ya berarti lo harus tanya sendiri ke Nolan."

Gue mendengus kesal. Kayaknya gue sia-sia ngajak ngomong nih cewek.

"Alan,"

"Apa?"

"Lo tahu enggak sih sebenernya perasaan Nolan ke Nayla itu gimana?"
"Tahu."

Icha menoleh.

"Serius?! Jadi gimana?"

Gue tersenyum miring. "Gue enggak bisa kasih tahu. Ini rahasia Nolan."

Pembalasan!

"Plis, Alan! Gue bingung harus dukung Nayla atau enggak. Lo enggak lihat apa Nayla sekarang semenderita apa?"

Gue menghela nafas. Dasar cewek! Selalu saja bisa punya alasan.

"Gue mau tanya satu hal dulu. Jadi Nayla itu suka Nolan?"

Icha diam sejenak.

"Gue rasa iya. Tapi dia bingung apa dia akan terus lanjut menyukai Nolan. Nayla selalu berpikir Nolan enggak akan menyukainya. Tapi gue pikir, dugaan Nayla itu salah. Gue enggak sepolos Nayla, dan gue bisa lihat kalau sebenarnya Nolan udah ngelakuin banyak hal buat Nayla."

"Berarti dugaan lo benar. Nolan emang suka sama Nayla,"

Mata Icha langsung berbinar-binar. "Oh ya?!"

"Tapi gue enggak mau lo ngasih tahu ini ke Nayla," tambah gue.

"Lo boleh ngebuat Nayla tetap bertahan suka sama Nolan, tapi gue enggak bolehin lo ngasih tahu ke Nayla soal ini."

"Kenapa?"

"Karena gue mau Nolan belajar."

Nolan enggak pernah jujur dengan dirinya sendiri. Di samping wajahnya yang dingin itu, Nolan selalu takut tentang hubungan itu. Dia takut ditolak, dia takut membuat cewek nangis, dia takut sakit hati. Tapi gue tahu, Nolan bukan orang yang akan lari dari semua ketakutannya itu. Tapi yang paling penting...

"Gue mau Nolan bersusah payah mendapatkan Nayla. Karena dari situ dia enggak akan bisa dengan mudah melepaskannya nanti."

Suasana hening. Icha menatap gue lamat-lamat. Gue menatapnya balik.

"Apa?"

"Sejujurnya gue heran, lo ini beneran cowok playboy? Kok omongan lo bisa bijak gitu sih?"

"Lagi?! Lo enggak ada habisnya ngejek gue playboy aja ya."

Icha tersenyum kecut. "Orang-orang bilang lo cowok begitu."

Gue hanya diam. Gue enggak akan menjelaskan alasan gue yang sebenarnya. Cukup nanti jika ada seseorang yang benar-benar serius memilih gue, tanpa melirik Nolan sama sekali, dia yang akan tahu, siapa gue yang sebenarnya.

"Gue balik ke kelas."

Gue langsung berjalan meninggalkan Icha. Dalam hati, gue berharap Nolan segera memperbaiki hubungannya dengan Nayla.

Karena lama-lama, gue juga udah bosan sendirian.

---

Jangan lupa vote komennya ☺







Broken PaymentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang