[41] Nolan

8K 732 13
                                    

Hari ini ternyata Nayla enggak masuk. Padahal hari ini gue mau ngejelasin ke dia semuanya. Gue mau minta maaf dan bilang banyak makasih karena dia sudah bantuin gue selama ini. Dan setelah gue pikir matang-matang semalaman, sampai gue enggak bisa tidur gara-gara grogi, gue juga akan bilang ke Nayla soal perasaan gue.

Tapi ternyata hari ini Nayla enggak masuk. 

"Emang kenapa kok enggak masuk?" tanya gue pada Icha. 

"Enggak tahu. Dia enggak ngasih kabar ke gue. Gue tanyain juga enggak dibales." 

"Dia sakit?" 

Icha mengedikkan bahu. 

"Atau pergi?" 

Icha menggeleng. 

"Atau mungkin bolos?" 

Dia mendengus kesal. Dia menatap gue kesal. 

"Lo tanya sendiri napa sih?! Gue udah bilang gue enggak tahu, Nolan!" 

Gue menghela nafas. "Yaudah deh, nanti gue samperin tempat kerjanya aja." 

"Eh, tunggu!" Icha berseru. 

"Lo tahu enggak kalau besok Nayla ulang tahun?" 

Gue mendelik. "Seriusan besok Nayla ulang tahun?!" 

Icha mengangguk. 

"Makasih infonya."

Nah, kalau gini kan gue jadi punya momen yang pas. Mungkin gue akan menunda bilang perasaan gue ke Nayla, tapi gue akan tetap meminta maaf dan menjelaskan semuanya malam ini. Gue kembali ke kelas. 

"Kamu habis dari kelas Nayla?" suara orang mirip mak lampir tiba-tiba langsung menyapa gue saat gue baru masuk kelas. 

Gue memutar bola mata. Selalu, bau parfum menyengat Thalia membuat gue enggak betah dekat-dekat dengannya. Gue langsung menuju bangku gue. 

"Kamu kok nyuekin aku sih?!" 

"Lo! Menjauh dari gue sejauh 5 KM!" 

"Ah, ini soal kemarin ya. Maaf ya, kemarin itu enggak sengaja." 

Gue mendelik. Enggak sengaja?! 

"Mana ada yang begituan enggak sengaja. Aneh." 

Gue mengajak ngomong Alan yang dari tadi hanya diam disamping gue. 

"Lo itu kenapa sih, Lan?! Dibanding Nayla, cantikan gue juga ke mana-mana! Lo lihat udah berapa banyak cowok yang nembak gue? Sedangkan Nayla? Mana ada cowok yang mau sama Nayla!" 

Gue menoleh. "Trus lo bangga? Lo bangga banyak cowok yang nembak lo?" 

Thalia diam. Matanya berkaca-kaca. Sialan! Gue paling benci kalau ada cewek nangis gara-gara gue engga nerima cintanya. Kalau gini yang disalahin siapa? Guenya juga kan. Padahal gue juga punya hak untuk menolak. Serba salah deh jadi cowok. 

"Lo itu terlalu berambisi, Thal. Lo boleh berambisi, tapi jangan soal cinta. Cinta itu bukan seberapa besar ambisi lo buat mendapatkan orang yang lo cinta. Tapi cinta itu soal ketulusan hati. Bahkan ketika lo tahu orang yang lo suka enggak memilih lo, lo harus merelakannya," nasehat gue pelan. 

Thalia langsung berlari pergi. Astaga! Apa gue tiap hari ke sekolah pake topeng aja ya? Biar si Thalia itu benci sama gue. 

"Wih, tumben lo bijak," bisik Alan tiba-tiba.

Gue meliriknya. "Emang gue bijak dari dulu. Lo aja baru tahu."

Alan tersenyum kecut. 

Malam nanti, gue akan bertemu Nayla di tempat kerjanya.

Broken PaymentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang