Aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Tanganku mencengkram seragam Icha. Mataku berkaca-kaca.
"Icha, gimana ini..."
Aku panik. Aku terlalu emosi sampai aku tanpa sengaja balas menghina Nolan. Padahal maksudku bukan kayak gitu. Menghina cowok brengsek, sudah jelas pasti Nolan marah besar, sangan marah besar.
Zidan cowok yang baik, aku enggak terima temanku sendiri dibilang brengsek, padahal Zidan sudah membantuku sejauh ini. Aku enggak mengerti kenapa Nolan sampai sekesal itu. Kenapa dia sampai menghina Zidan segitunya? Kenapa dia sangat membenci Zidan, padahal Nolan sendiri enggak mengenalnya?
"Aku enggak ngerti permasalahannya, Nay. Kamu ada masalah apa sama Nolan?" tanya Icha bingung.
Sekarang aku jadi ikut bingung. Kalau aku menceritakan pada Icha, otomatis Icha akan mengetahui kalau sekarang aku bekerja. Tapi di sisi lain, aku enggak mau membohongi Icha soal masalah ini.
"Nay..."
Aku menghela nafas panjang. Akhirnya, aku menceritakan semuanya. Mulai dari pertemuanku dengan Zidan sampai urusan sore kemarin.
Icha kaget.
"Kamu....kerja??"
"Duh, Icha! Itu enggak penting! Yang penting gimana cara jelasin ini ke Nolan. Aku tadi ke bawa emosi."
"Kenapa kamu enggak coba jelasin ini ke Nolan?"
Aku menggeleng. "Enggak, enggak! Aku enggak mau pekerjaanku ini didengar banyak orang."
"Tapi Nolan dekat sama kamu, Nay, kamu mau tiap hari bohong? Dan lagi pula emang Nolan bolehin?"
Aku mengerutkan kening. "Ngapain aku minta ijin ke Nolan? Enggak ada hubungannya."
"Adalah, Nay. Coba deh ya kalau nanti kamu kasih tahu ke Nolan soal ini, Nolan pasti nyuruh kamu keluar."
Aku terdiam. Maksud Icha apaan sih? Hubungannya apa juga sama ijin dari Nolan.
"Aku enggak mau ngasih tahu Nolan, soalnya aku enggak mau aku kelihatan menderita di depan dia. Kalau dia makin buat aku menderita, gimana? Bisa-bisa aku jadi pelayan pribadinya dia seharian!"
"Bukan gitu, Nay! Duh, kamu ini enggak peka banget sih!"
"Hah? Enggak peka apanya? Kamu itu ngomong apa sih, Cha, aku jadi bingung."
Icha menghela nafas.
"Tunggu! Mamamu sudah tahu?"
Aku menggeleng. "Mama masih kelihatan muram, selalu di kamar. Mungkin besok atau lusa aku akan bilang."
Aku menghela nafas.
"Sekarang gimana caranya aku jelasin ke Nolan soal masalah ini?"
Icha berpikir sejenak.
"Enggak ada cara lain, Nay, selain jelasin ini semua ke Nolan. Maksudku, ya kamu harus minta maaf secara langsung. Tapi kelihatannya agak susah."
Aku cemberut. Kayaknya bukan agak lagi deh, tapi memang susah. Nolan itu kalau marah menyeramkan. Bukan marah yang sekali bentak langsung selesai, tapi dia jadi lebih dingin. Sangat dingin. Dan mungkin dia sudah enggak mau menganggap aku sebagai makhluk nyata.
"Tapi, Nay, kamu harus coba dulu, mungkin Nolan mau mendengarkan," tambah Icha.
Aku terdiam. Yah, mungkin memang hanya itu satu-satunya cara yang ada sekarang.
***
Aku berharap aku segera terbangun dari mimpi buruk ini. Apa yang icha dan aku takutkan terjadi. Nolan sama sekali enggak mau mendengarkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Payment
Teen FictionKalau jadi upik abu besoknya jadi cinderella, aku sih enggak masalah. Tapi kalau jadi upik abu cucu pemilik sekolah yang dinginnya melebihi kutub utara...MANA TAHAN! Aku tanpa sengaja merusakkan ponsel milik cucu pemilik sekolah dan aku harus mem...