[28] Icha

8.5K 766 20
                                    

Aku memandang kursi di sampingku yang kosong sejak pagi. Mengingat cerita Nayla kemarin malam, membuatku ingin menangis juga. Kenapa orang sebaik Nayla harus mendapatkan masalah seperti itu?

Malam itu Nayla menceritakan perceraian kedua orangtuanya sambil menangis. Aku kaget, sungguh. Nayla enggak pernah cerita padaku tentang masalah itu. Memang akhir-akhir ini aku sering melihat dia melamun, ngelantur enggak jelas bicaranya, tapi setiap kali aku tanya, dia selalu bilang baik-baik saja. Ternyata selama ini...dia menyimpan sendiri masalahnya.

Aku tahu, ini salahku juga. Seharusnya aku bisa mencari tahunya sendiri, tanpa harus memaksakan Nayla untuk cerita. Dan seharusnya aku juga bisa menghiburnya saat itu. Tanpa peduli apa masalahnya. Sore ini, setelah pulang sekolah, aku berniat ke rumahnya.

Aku segera keluar kelas ketika Bu Diana mengakhiri ceramah singkatnya setiap sepulang sekolah. Tapi baru saja beberapa langkah aku keluar dari pintu, seseorang mencegatku. Aku kaget. Aku melirik pemilik tangan kekar yang sekarang menghadang jalanku. 

Nolan! 

"Lo sahabatnya Nayla, kan?" 

Aku mengangguk bingung. Kenapa dia tiba-tiba ke sini? 

"Nama lo siapa sih? Lupa gue," 

Aku memutar bola mata. Entahlah itu lupa beneran atau emang dia yang enggak tahu namaku. Tapi aku rasa yang sebenarnya adalah pilihan kedua. 

"Icha. Kenapa? Nayla enggak masuk hari ini." 

Aku heran nih ya, jangan-jangan anak ini enggak tahu kalau Nayla sedang ada dalam masalah besar? Pastinya dia ke sini mau mencari Nayla, kan? Apalagi sejak tadi pagi Nayla sudah enggak menunjukkan batang hidung di depan Nolan. 

"Iya, gue tahu. Makanya gue mau tanya kenapa." 

Aku menatapnya lamat-lamat. Jadi dia beneran enggak tahu?! 

"Lo enggak tahu kenapa?" 

Nolan mengangkat alis. 

Aku mendelik. "Lo serius enggak tahu Nayla kenapa?!" 

Nolan diam. Oke, aku sadar. Aku rasa memang Nayla enggak menceritakan ini pada Nolan, karena dia saja juga baru cerita padaku tadi malam. Itu pun juga hanya secara singkat. Jadi aku rasa Nayla juga belum mengatakan hal ini pada Nolan. 

"Nayla hari ini harus ke pengadilan agama. Orangtuanya cerai, dia harus memilih hak asuhnya." 

Wajah Nolan yang tadinya datar langsung berubah terkejut. Dia mendelik. 

"CERAI?!" 

Aku mendengus kesal. 

"Enggak heran sih kalau lo enggak tahu, lo..." 

Belum sempat aku menyelesaikan sindiranku, Nolan sudah keburu lari. Aku bengong. 

....kan enggak pernah peduli..." 

Tunggu! Nolan mau ke mana? Wajahnya langsung panik seperti itu waktu aku bilang tentang Nayla. Jangan-jangan Nolan... 

Aku menghela nafas panjang. 

Nayla teryata benar. Aku juga enggak mengerti tentangnya. Aku pikir Nolan akan acuh dengan kabar ini. Tapi barusan, melihat wajahnya yang panik seperti itu, aku yakin ke mana dia akan pergi sekarang. Aku enggak tahu bagaimana dia melihat seorang Nayla, tapi aku harap dia memperlakukan Nayla dengan baik. Karena selama ini yang aku tahu, Nolan selalu membuat Nayla benar-benar tersiksa. Makanya waktu Nayla cerita tentang kejadian di malam konser itu, aku sedikit enggak percaya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, buat apa Nayla mengarang cerita itu? Waktu itu dia juga benci dengan Nolan. Yah...waktu itu... Pasti saat ini Nayla sudah enggak lagi membencinya. 

Sepertinya, aku harus mengundurkan diri untuk pergi ke rumah Nayla hari ini. 

***

Apa aku pulang? 

Enggak! Aku bertekad tetap ke rumah Nayla. Aku bukan berniat ketemu Nayla, tapi aku berniat melihat apa yang terjadi diantara mereka. Sudah enggak perlu kujelasku dua kali mereka itu siapa. 

Sebenarnya aku memang berniat pulang, tapi karena kebetulan aku juga enggak ada kerjaan dan aku masih khawatir soal Nayla, aku memutuskan untuk ke rumahnya. Dan apa yang terjadi saat aku sampai di sana? 

Aku nyaris kehabisan nafas saat melihat Nolan memeluk Nayla. Astaga! AKu enggak pernah tahu kalau Nolan punya sisi 'romantis' seperti ini. Laki-laki yang selalu dingin itu, ya Tuhan! Ini benar-benar pengalaman langka yang harus dilestarikan. Mungkin kalau Thalia melihat ini, sudah dilemparnya Nayla ke ujung dunia. Dia memang terlalu fanatik pada Nolan. 

Oke, itu berlebihan. 

Laki-laki yang terlihat pendiam, dingin, dan menyebalkan sekali pun bisa terlihat manis dan romantis di hadapan cewek yang dia suka. Aku mendelik. Eh, kalau gitu, berarti Nolan juga suka Nayla?!

Mereka berbincang sebentar, sampai akhirnya Nolan turun dari motornya dan berjalan beriringan bersama Nayla sambil menuntun motornya. Aku berdecak kagum. Serius! Nolan yang seperti ini paling separuh lebih sekolah jadi fansnya dia. Aku mengikuti mereka dari belakang. Mereka berhenti di taman, Nolan memarkirkan motornya. Nayla duduk di salah satu ayunan, begitu juga Nolan. Duduk di samping ayunan di samping Nayla yang juga kosong. Mereka duduk di sana sangat lama, sampai akhirnya aku menyadari Nayla sedang menceritakan semua masalahnya kepada Nolan. 

Aku menghela nafas panjang. Aku tersenyum tipis. 

Pada akhirnya hari ini datang juga.. 

Aku mengenal Nayla sangat lama. Dia adalah sahabatku yang paling baik. Orang yang paling mengerti aku. Orang yang selalu percaya padaku. Dia selalu mendengarkan semua ceritaku. Nayla juga selalu berbagi cerita padaku. Walaupun kadang dia memang menyembunyikannya, tapi akhirnya  dia menceritakan padaku. Dan dia selalu bilang "Kamu adalah orang pertama yang aku ceritakan." 

Tapi semakin dewasa, aku tahu, suatu saat aku bukan lagi menjadi yang pertama. Suatu saat Nayla akan menemukan seseorang yang spesial. Orang yang akhirnya menjadi yang pertama yang mendengarkan masalahnya, menghiburnya, dan membuatnya merasa lebih baik. 

Dulu aku selalu bangga ketika Nayla sedih kemudian aku bisa menghiburnya. Tapi hari ini aku sadar bahwa mungkin aku sudah harus istirahat sejenak. Ada orang lain yang sekarang menghiburnya. 

Entah apakah Nolan benar-benar berada di sampingnya sampai akhir nanti atau nanti malah pergi, yang jelas aku tahu Nayla memang menyukai Nolan. Dan firasatku yang lain juga mengatakan Nola menyukai Nayla. Jadi biarkan hari ini Nolan menjadi yang pertama. Dan mungkin hari-hari seterusnya juga begitu. 

Ini bukan soal Nayla yang sudah lupa kebaikanku. Aku yakin Nayla masih tetap menganggapku sebagai sahabatnya. Tapi aku memang yakin bahwa suatu saat nanti, aku memang bukan lagi jadi  orang yang pertama yang selalu ada. Dalam persahabatan akan terjadi saat-saat itu. Entah itu cepat atau lambat. 

Sekali lagi, aku menghela nafas panjang. Aku berbalik arah dan melangkah menjauh. Aku yakin Nayla akan baik-baik saja bersama Nolan. Mungkin dia justru lebih baik bersama orang yang dia suka. Jadi aku tetap tersenyum, aku juga ikut senang.  

____

Jangan lupa vote dan komennya :)

Broken PaymentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang