Zidan, sekarang masih 18 tahun. Bulan April nanti umurnya 19 tahun. Dua tahun lebih tua dariku dan bulan kelahirannya sama denganku. Anak kuliah semester dua dari jurusan ilmu komunikasi. Ya, aku jadi enggak heran kenapa dia banyak ngomongnya. Dua tahun lebih tua dariku, seharusnya aku memanggilnya Kak, tapi dia bilang untuk tetap memanggilnya 'Zidan'. Biar kelihatan tetep muda katanya. Aku hanya mengedikkan bahu, menurut saja. Aku bukan orang yang cepat ramah sepertinya terhadap orang baru yang tiba-tiba langsung mengajak kenalan.
"Lo jangan takut-takut ya sama gue, gue ini enggak jahat kok."
"Emang mukaku kelihatan takut?" tanyaku.
Dia mengajakku mengobrol di warung depan gedung sambil menikmati es kelapa muda gratis dari Zidan. Lumayanlah.
"Habisnya lo dari tadi cuma diem, iya-enggak aja jawabannya, datar wajahnya, jangan-jangan lo takut sama gue, cuma lo pendem."
Tuh kan, aku ngomong sedikit jawabannya panjang kayak gerbong BBM kereta api.
"Enggak kok. Cuma enggak kebiasa aja," jawabku.
Sudah bagus, ini ada kemajuan. Aku mulai merasa nyaman berbicada dengannya. Meskipun kelihatannya cerewet, tapi ya enggak tahu kenapa, aku suka dengan cara dia berbicara. Mungkin karena dia anak ilmu komunikasi?
"Oke, langsung ke intinya aja," katanya setelah menghabiskan setengah isi gelas es kelapa muda. Aku mengangkat alis. Intinya?
"Lo tahu kenapa alasan papa lo sama mama gue menikah?"
Wajahnya yang tadi kelihatan bercanda mendadak serius. Aku mengerutkan kening.
"Enggaklah."
"Gue tahu."
Aku kembali mengangkat alis. Dia bercanda, kan?
"Gue serius, gue lagi enggak bercanda," katanya tegas seakan tahu pikiranku.
"Emang kenapa?"
Zidan memandang sekitar, kemudian dia mendekatkan wajahnya. Suaranya pelan.
"Mama gue itu mantannya papa lo."
Aku nyaris tersedak gara-gara dia berkata saat aku meminus es kelapa muda. Mataku mendelik.
"Mantan?" tanyaku tak bersuara.
Mantan?! Maksudnya papa cinta lama bersemi kembali?!
"Iya mereka CLBK."
"Oke, oke, ini enggak lucu. Kita bicara soal orang dewasa ya, bukan remaja lagi. Masa mereka bisa CLBK juga?" tanyaku heran.
Maksudku orang dewasa, orang tuaku dan Zidan juga itu enggak mungkin main-main masalah cinta. Ini soal kehidupan mereka sampai akhir nanti. Atau...sebenarnya selama ini papa enggak serius sama mama?
"Gini, gini, gue akan cerita dan ini bukan cerita fiksi. Gue diceritain sendiri sama mama gue."
Aku meletakkan gelasku yang sudah kosong diatas meja. Ini penting! Sangat penting!
"Papa dan mama kita itu pacaran waktu SMA. Tapi kemudian mama gue pergi ke Australia, kuliah di sana. Sebelum berangkat, mereka sudah putus tapi masih kontak selama setahun. Setelah itu, mereka putus kontak, mama cerita beliau terlalu banyak tugas dan akhirnya lost contact. Setelah lulus, mama sempat kembali ke Indonesia, tapi enggak ketemu sama papa lo, dan akhirnya mama gue balik lagi ke Australia. Mama gue pikir, sudah enggak ada harapan lagi, jadi ketika papa gue melamar mama, mama menerima,"
Zidan menarik nafas panjang. Kemudian menghembuskannya perlahan. Aku bergerak-gerak enggak nyaman. Aku butuh cepat kelanjutan ceritanya.
"Papa gue orang Indonesia juga, tapi tinggal di Australia. Hampir sebelas tahun gue tinggal di Australia, kemudian mama mengajak pindah ke Indonesia. Gue enggak berpikiran aneh-aneh karena emang wajar menurut gue kalau mama mau pindah. Ini tanah kelahiran beliau. Tapi ternyata gue baru tahu, kalau mama masih menyimpan harapan sama papa lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Payment
Teen FictionKalau jadi upik abu besoknya jadi cinderella, aku sih enggak masalah. Tapi kalau jadi upik abu cucu pemilik sekolah yang dinginnya melebihi kutub utara...MANA TAHAN! Aku tanpa sengaja merusakkan ponsel milik cucu pemilik sekolah dan aku harus mem...