[25] Nayla

8.1K 755 9
                                    

Di bawah penerangan panggung yang remang-remang, Nolan memainkan pianonya. Babak pertama sudah di mulai, dan sekarang saatnya Nolan tampil. Dari kursi penonton tempatku duduk ini, aku bisa melihat Nolan dengan lihainya memainkan sebuah grand piano hitam. Dia tidak terlihat gugup sama sekali. Sangat santai dan merasakan setiap alunan musik yang dia buat, membuat aku jadi ikut merasa nyaman mendengarnya. Dan yang paling penting adalah, aku bisa melihat inilah sosok diri Nolan yang sebenarnya. Yang selalu bersembunyi jauh di dalam sana. Seseorang yang lembut dan tenang.

Babak pertama ini setiap perserta membawakan dua lagu wajib yang sudah diberikan oleh panitia. Yang satu lagu nasional yang satunya lagi karya dari komponis terkenal. Nolan memilih Indonesia Pusaka dan karya dari Mozart.

Tepuk tangan riuh menggema di seluruh ruangan ketika Nolan menyelesaikan permainannya. Aku tersenyum senang. Sekilas aku lihat, Nolan menatap ke arah sini, tempatku dan mamanya duduk menonton. Dia tersenyum manis.

Mendadak jantungku berdetak kencang. Ini lagi, ini lagi! Aku membuang wajah. Aku selalu enggak mengerti kenapa tiba-tiba jantungku selalu berdetak kencang ketika melihat Nolan dibeberapa waktu.

"Tante mau terimakasih ya," kata mama Nolan tiba-tiba.

"Eh, kenapa, Tante?" tanyaku bingung.

"Nolan jadi seperti ini pasti karena kamu, kan?"

"Eh?" Aku masih bingung.

"Semenjak ditinggal ayahnya, Nolan selalu muram. Bahkan dia sempat berhenti bermain piano. Nolan juga sakit-sakitan sampai dokter bilang kalau Nolan ada indikasi penyakit ulkus lambung."

Aku ingat tentang yang terkahir itu. Saat hari itu aku menemukan Nolan pingsan dan Alan bercerita kalau ternyata Nolan terkena ulkus lambung.

"Tapi akhir-akhir ini tante lihat sikap Nolan berubah. Dia jadi lebih semangat daripada biasanya. Dan ya hari ini ketika tante melihat kamu, tante tahu alasannya."

Aku tersipu malu. Ada rasa geli yang menggelitik perutku. Memangnya aku seperti itu ya? Aku rasa aku justru hanya membuat Nolan kesusahan aja.

"Ah, saya merasa senang dengarnya. Nolan memang pernah bercerita sedikit tentang ayahnya," balasku sopan.

Mama Nolan tersenyum.

"Ke depannya tolong jaga Nolan ya, Nayla."

Aku hanya tersenyum dan mengangguk perlahan. Entahlah apa maksud dari mamanya itu, aku merasa tidak pernah menjaga Nolan sama sekali. Justru aku yang selalu melibatkannya dalam masalah. Selama ini Nolan yang selalu menjagaku. Meskipun dia terkesan kejam padaku, dia sudah berkali-kali membantuku.

Jadi kalau menurutku, perkataan mamanya itu diganti, "tolong jangan menyusahkan Nolan ya, Nayla."

Peserta lain sudah masuk dan menampilkan lagu lainnya. Masih ada satu babak lagi. Nolan akan menampilkan dua lagu pilihannya sendiri. Yang dia selalu enggak pernah mau menunjukkan permainannya itu padaku saat aku menemaninya latihan. Atau yang dia hanya bermain saat aku sedang tidur. Aku curiga lagu apa yang dia siapkan.

***
Tepat pukul dua siang, Nolan tampil kembali. Asal tahu saja, sejak tadi aku tidur dan beruntung aku bisa bangun sebelum Nolan tampil gara-gara suara tepuk tangan. Habisnya dari tadi nadanya pengantar tidur semua.

Aku menegakkan tubuh. Nolan telah bersiap di depan piano yang sama dengan yang tadi. Nolan berganti pakaian. Dia jadi terlihat lebih tampan dan gagah dengan kemeja biru gelap dan celana hitam.

Alunan musik piano mulai terdengar. Beberapa detik di awal, aku menikmati alunannya. Tapi saat aku menyadari lagu apa yang dimainkan Nolan, tubuhku langsung tegang. Rasa tentangku hilang seketika. Diganti dengan rasa gelisah yang langsung memuncak.

Dia membawakan lagu Bunda karya Melly Goeslaw.

Aku mengambil ponselku di saku. Ada 16 panggilan tak terjawab dari mama. Dadaku langsung terasa sesak. Aku tahu mama menelepon, dan aku memang sengaja enggak menjawabnya. Aku juga sudah tahu apa yang akan mama bahas, tapi aku belum siap mendengarkan kenyataannya.

Aku kembali menyimpan ponselku. Aku bergerak-gerak enggak nyaman. Pernaianan Nolan bagus. Sangat bagus malah. Karena itu aku sampai terbawa perasaannya sekarang. Dan semakin lama perasaan gelisah itu semakin kuat. Dadaku semakin sesak. Pandanganku kabur.

Nolan selesai bermain lagu 'Bunda'. Tapi menyadari lagu apa yang akan Nolan bawakan setelah ini, aku semakin gelisah.

Aku menelan ludah saat alunan piano lagu kedua dari Nolan mengalun. Lagu Yang Terbaik Bagimu yang ditujukan kepada seorang ayah.

Hampir mencapai reff, dan aku sudah enggak tahan lagi.

Aku mengeluarkan ponsel, ada telepon masuk dari mama.

"Tante, maaf, saya ada urusan mendadak," kataku pada mama Nolan dengan suara pelan dan serak.

Aku berdoa semoga penerangan yang remang-reman bisa menyembunyikan wajahku yang sudah bercucuran air mata ini.

"Oh iya, Nak. Ada urusan apa?"

"Mama saya baru saja SMS ada acara dadakan," kataku bohong.

"Hati-hati ya, Nak Nayla."

Aku mengangguk. "Tolong sampaikan maaf dan pamit saya ke Nolan. Duluan, Tante."

Aku langsung bangkit dari duduk dan dengan langkah cepat menuju pintu keluar. Aku bisa merasakan air mataku mengalir semakin deras seiring aku menatap nama 'mama' yang muncul di layar ponselku untuk kesekian kalinya.

Begitu sampai di luar, aku langsung mengangkat telepon.

"Halo, Nayla! Kamu di mana, Nak?!" seru mama khawatir. Suara mama terdengar serak dan berbeda. Seperti orang yang habis menangis hebat seharian.

"Maaf, Ma. Nayla ada urusan," kataku dengan suara yang juga serak.

"Maaf, Nak..."

Aku menghela nafas panjang. Aku terisak.

"Sudah cukup, Ma. Besok Nayla akan datang. Nayla akan datang ke pengadilan buat memilih mama atau papa. Tapi kali ini Nayla ingin sendiri dulu."

Aku langsung mematikan sambungan. Aku tidak tahan lagi. Dari kemarin aku bersusah payah untuk menahannya. Aku ingin pergi dan melupakan ini semua. Aku membenci ini semua. Kenyataan yang datang tiba-tiba dan menghancurkan hidupku.

Kedua orangtuaku sudah bercerai, dan hari ini harusnya aku memilih hak asuhku di siapa. Tapi bagaimana aku bisa memilih antara dua orang yang sangat aku butuhkan dalam hidupku? Aku membutuhkan mama, wanita yang telah melahirkanku. Aku membutuhkan papa, laki-laki yang sudah bersusah payah mencari nafkah untuk membesarkanku. Dua orang yang sangat aku sayangi. Meskipun papa sering membentakku akhir-akhir ini, beliau tetap menjadi sosok papa yang paling kubanggakan.

Bagaimana aku bisa memilih salah satu?!

------

Jangan lupa vote dan komennya 😃😃😃

Broken PaymentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang