Bonus update satu part lagi! yeay!
"NOLAN?!"
Aku terpaku menatap Nolan yang berdiri di belakangku dengan tatapan datar.
"Kamu di sini?"
"Gue di sini dari tadi, lonya aja enggak nyadar!"
Aku menatapnya tak percaya. Kenapa dia di sini?
Nolan duduk di sebelahku. Aku diam.
"Kamu...lihat aku nangis?"
"Iyalah! Waktu lo tadi di taksi, lo nangis kayak di video klip-video klip. Alay banget sih lo nangisnya," sindir Nolan.
Aku mendelik. "Kamu kok tahu aku naik taksi?"
"Mobil gue tadi di sebelah taksi lo."
Aku menghela nafas panjang. Suasana hening sejenak.
"Ternyata Kak Radit orangnya kayak gitu ya..." gumamku.
"Nah, puas lo lihat Radit kayak gimana?!" tanya Nolan sewot.
Aku menatap Nolan kesal. "Kamu ini kenapa sih sewot banget dari tadi."
"Ya habisnya gue kesel lo enggak dengerin gue! Kalo lo dengerin gue, gue enggak harus buang uang cuma buat tiket konser enggak berguna. Eh, ternyata lo malah kabur ke sini!"
Aku diam. Itu maksudnya....
"Shit! Keceplosan gue!"
Mataku berkaca-kaca.
"Kenapa? Kenapa?" tanyaku dengan suara bergetar.
Nolan membekap mulutku. Aku kaget. Air mataku yang tadinya sudah mau jatuh tertahan dan mengering. Aku memberontak.
"Sumpah lo kalau nangis keterlaluan banget. Gue benci cewek yang nangis. Nangisin apa sih lo?"
Aku berhenti bergerak. Nolan melepaskan bekapannya. Aku nangisin apa? Aku juga enggak tahu apa yang aku tangisin. Aku enggak mau kalau aku menangis hanya karena cowok sialan kayak Kak Radit. Tapi rasanya aku ingin menangis hari ini. Melihat Kak Radit, menyadari kisah cintaku yang menyedihkan, dan melihat tingkah Nolan yang seperti ini, aku ingin menangis.
"Kenapa kamu ke sini?" tanyaku.
Nolan menghela nafas.
"Gue juga enggak tahu. Semuanya langsung diperintahkan otak gue."
Nolan diam sejenak.
"Lo enggak pernah nangis, sekejam-kejamnya gue sama lo, lo enggak pernah nangis. Lo digodain Thalia pun, lo tegar. Jadi, gue enggak mau lihat lo nangis. Tapi ternyata lo nangis ya..."
"Kata mama, perempuan itu rapuh. Tapi mereka selalu menyembunyikan air mata mereka. Mungkin hari ini sebenarnya lo nangis bukan karena cuma Radit aja. Tingkah gue, tingkah Thalia, dan juga Radit, semua yang lo pendam selama ini mungkin alasan kenapa lo nangis."
Aku menatap Nolan. Mataku kembali berkaca-kaca.
"HUA! NOLAN! Ternyata kamu pengertian ya!"
Tanpa izin aku langsung memeluk lengannya dan menangis di sana. Aku enggak tahu kenapa, otakku sendiri yang langsung memerintahkan melakukan hal ini. Nolan menghela nafas. Dia menepis tanganku kasar. Aku cemberut. Ternyata dia enggak pengertian. Tapi ternyata tanpa kuduga Nolan langsung merangkulku. Aku kaget.
"Oke! Kali ini gue ijinin lo nangis tapi habis itu enggak usah nangis lagi! Serius, gue benci cewek yang nangis."
Pelukan Nolan terasa begitu hangat. Aku merasa lebih tenang sekarang.
"Lo tahu enggak sih, kehilangan seorang ayah itu lebih menyedihkan lagi," gumam Nolan.
Aku diam. Aku melepaskan diri dari rangkulan Nolan. Aku menatapnya wajah samping Nolan.
"Apalagi waktu lo enggak bisa mengabulkan permintaan beliau, itu lebih menyedihkan lagi..."
Nolan menatap langit malam yang penuh bintang. Dia tersenyum. DIA TERSENYUM! Bukan senyuman jahil. Bukan senyuman licik. Itu senyuman Nolan yang paling tulus yang pernah aku lihat. Tapi aku tahu itu sebuah senyuman yang menyimpan kesedihan. Perasasaan sakit hati karena jatuh cinta itu langsung sirna. Dibandingkan dengan rasa sakit itu, Nolan jauh lebih memiliki luka di hati yang lebih dalam.
"Nolan," panggilku. Nolan menoleh. "Aku akan membantumu!" kataku bersemangat.
Nolan mengangkat alis. "Hah? Lo ngomong apaan sih?"
Aku menyipitkan mata. "Yah, nyebelinnya balik lagi deh!"
"Lo bilang apa?! Eh kontrak lo sama gue diperpanjang! Selain karena gue belum punya hp, lo juga harus ganti tiket yang terpaksa gue beli gara-gara lo!"
Aku terkekeh. "Siap, bos!"
"Lo kok seneng sih?"
Aku tersenyum. "Soalnya hari ini kamu baik sama aku,"
"Besok gue udah jadi jahat lagi. Jadi siap-siap aja," katanya sambil tersenyum licik.
Aku tersenyum menantang. "Aku besok juga enggak akan nangis lagi!" balasku.
Nolan tersenyum. Tersenyum manis.
Deg!
OMG! NOLAN GANTENG!
Ah! Kenapa aku jadi berdebar-debar?!
"Gue mau pulang!" seru Nolan langsung berdiri. Aku tersadar dari lamunanku.
"Eh?! Tunggu! Aku cari taksi dulu!" seruku buru-buru berlari keluar taman.
Nolan langsung menahan tanganku.
"Ngapain nyari taksi?"
"Loh, katanya kamu mau pulang,"
"Ya trus?"
"Trus aku juga pulanglah! Masa aku tidur di sini!"
Nolan menghela nafas.
"Gue anter lo pulang."
Nolan menarik tanganku dan berjalan menuju mobilnya. Tidak! Jantungku bertahanlah! Kembalilah seperti normal! Jangan sampai kamu meledak gara-gara terlalu cepat memompa darah!
Nolan berhenti sejenak. Dia menoleh.
"Jangan salah sangka ya, gue ngajak lo pulang supaya lo yang nyetrin gue,"
Aku mendelik. "APA?!"
Nolan tertawa. "Muka lo lucu."
Aku cemberut. Dasar nyebelin!
Bagaimana pun, dibandikan Kak Radit, Nolan jauh lebih baik. Jauh! Mungkin Nolan memang terlihat kejam, cuek, dan dingin. Tapi sebenarnya Nolan adalah sosok yang lembut dan pengertian. Daripada Kak Radit, huh! Kalo kata peribahasa, Kak Radit itu masak diluar mentah di dalam artinya secara penampilan terlihat baik tapi sebenarnya buruk. Berarti peribahasa buat Nolan itu masak di dalam mentah di luar...eh, emangnya ada peribahasa itu? Eh bukan! Kalau kata peribahasa mungkin Nolan itu embacang buruk kulit, penampilannya tidak baik tapi sebenarnya baik. Eh apaan sih ini?! Kok jadi pelajaran peribahasa? Hihihi
STOP NAYLA! *author berteriak*
____
Jangan lupa vote dan komennya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Payment
Teen FictionKalau jadi upik abu besoknya jadi cinderella, aku sih enggak masalah. Tapi kalau jadi upik abu cucu pemilik sekolah yang dinginnya melebihi kutub utara...MANA TAHAN! Aku tanpa sengaja merusakkan ponsel milik cucu pemilik sekolah dan aku harus mem...